Fraksi PDI-P Walk Out Sidang DPRD Jabar, Kritik Pernyataan Gubernur Dedi Mulyadi

HASANAH.ID – Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) melakukan aksi walk out dalam sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat pada Jumat, 16 Mei 2025. Aksi itu dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pernyataan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang disampaikan saat Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Cirebon.
Anggota Fraksi PDI-P DPRD Jabar, Doni Maradona Hutabarat, menilai pernyataan Dedi merendahkan lembaga DPRD. Ia menyebut ucapan tersebut mencerminkan sikap yang mendiskreditkan peran legislatif.
“Beliau menyampaikan kalau melakukan apapun, kalau dibicarakan ke DPRD itu prosesnya lama. Akan ada rapat pleno pertama, pleno kedua. Nah kita menangkap bahwa DPRD itu terkesan sebagai penghambat,” ujar Doni saat dihubungi pada Jumat malam.
Doni menegaskan bahwa ucapan tersebut menjadi preseden buruk dalam hubungan antara lembaga eksekutif dan legislatif di provinsi. Ia menekankan bahwa konsep pemerintahan harus dijalankan dalam kerangka kesetaraan antarlembaga.
“Kita kan konsep bernegara trias politica terdiri dari eksekutif legislatif dan yudikatif. Semuanya punya perannya masing-masing,” ucapnya.
Fraksi PDI-P menyampaikan sikap walk out sebagai peringatan agar Gubernur tidak menjalankan pemerintahan secara sepihak. “Kita sampaikan secara terbuka di rapat paripurna. Bagaimana pun gubernur tidak bisa berjalan sendiri. Kalau gubernur anggap DPRD tidak penting ya sudah jangan bahas apapun. Kita mau on the rule,” kata Doni.
Ia menambahkan bahwa semua anggota dewan adalah representasi rakyat yang dipilih secara langsung.
“Kita ini perwakilan rakyat, kan dipilih sama rakyat. Tugas kita memperjuangkan aspirasi rakyat,” pungkasnya.
Pernyataan Dedi yang menjadi sorotan disampaikan pada Musrenbang di Cirebon pada 7 Mei 2025. Saat itu, Dedi mengemukakan bahwa keberhasilan program pemerintah tidak harus bergantung pada dana.
“Duit mah nuturkeun. Karena saya punya keyakinan memimpin tidak harus punya duit,” ujar Dedi.
Ia juga menyinggung bahwa pembangunan zaman dahulu tidak memerlukan persetujuan dewan legislatif.
“Tidak ada itu persetujuan DPRnya. Yang ada persetujuan DPRnya kita sudah beberapa kali SD ge rarubuh,” katanya.
Menurut Dedi, kolaborasi antarlembaga tidak harus diwujudkan melalui tahapan rapat berulang.
“Kolaborasi itu tidak harus dimaknai bahwa kita rapat, kolaborasi harus tidak dimaknai bahwa kita ini berkumpul membahas pleno 1, pleno 2, pleno 3,” ucapnya.
Ia menekankan pentingnya tindakan nyata, terutama saat menyangkut kepentingan masyarakat.
“Kolaborasi adalah ketika ada tindakan darurat untuk kemanusiaan, keadilan, untuk rakyat, maka semua berkolaborasi dengan apa, minimal mendoakan, atau minimal diam,” lanjutnya. Ia juga membuka ruang kritik asalkan disampaikan secara konstruktif.
Menanggapi aksi walk out PDI-P, Gubernur Dedi menyatakan menghormati sikap tersebut. Menurutnya, semua pihak di DPRD memiliki kebebasan menyampaikan posisi politiknya.
“Ya itu hak setiap orang, mau walk out mau tidak. Artinya setiap orang kan berhak, setiap partai politik, fraksi berhak,” ujar Dedi di Gedung Pakuan, Bandung.