Agnez Mo Kritik DPR: Minim Empati dan Gagal Berkomunikasi dengan Publik

Hasanah.id – Penyanyi Agnez Mo turut menyuarakan kritik terhadap anggota DPR RI yang dinilai gagal menyampaikan pesan secara empatik di tengah gelombang protes masyarakat yang terjadi sejak pekan lalu. Ia menilai, pernyataan-pernyataan yang keluar dari sejumlah wakil rakyat justru memperburuk keadaan dan memperlihatkan ketidakmampuan dalam berkomunikasi secara bijak dengan rakyat.
“Masalah utamanya berasal dari rendahnya kecerdasan emosional. Cara berbicara di depan publik yang justru menyulut perpecahan dan merendahkan orang lain. Tanpa empati sama sekali,” tulis Agnez melalui Instagram Story.
Menurut Agnez, tuntutan masyarakat terhadap para anggota DPR sebetulnya tidak rumit: hanya butuh kemampuan komunikasi publik yang pantas dan niat tulus mencari solusi. Ia menyayangkan, justru hal mendasar seperti itu pun belum dipenuhi.
“Yang saya harapkan sebagai hal paling dasar dari anggota DPR adalah kemampuan berbicara secara layak di hadapan publik. Bukan dengan narasi yang membelah masyarakat, melainkan membawa pendekatan solutif untuk semua,” ujarnya.
Agnez juga membagikan pengalamannya pribadi yang sempat diremehkan oleh seorang anggota DPR saat menyampaikan pendapat. Ia tak menyebut nama, namun menyoroti pernyataan sang politisi yang merendahkan dirinya hanya karena latar belakang akademis.
“Beberapa bulan lalu saya pernah dikomentari oleh seorang anggota DPR, katanya, ‘Kalau belum S3 ya jangan ngomongin isu ini.’ Seolah-olah pendapat orang lain tidak layak hanya karena tidak bergelar tinggi,” kenangnya.
Pernyataan tersebut, menurut Agnez, menggambarkan pola pikir arogan dan tertutup terhadap pandangan yang berbeda. Ia pun menilai, pola seperti ini bisa mengarah pada sikap membungkam warga yang kritis.
Agnez menegaskan bahwa menjadi pemimpin tidak hanya butuh kecerdasan intelektual, tetapi juga integritas, empati, dan semangat untuk menyatukan, bukan memecah.
“Kepemimpinan menuntut totalitas. Dibutuhkan EQ, integritas, visi, empati, dan di atas semuanya: kemampuan menyebarkan cinta dan perdamaian, bukan energi permusuhan,” tulisnya lagi.
Ia juga menyindir politisi yang hanya mau mendengar pihak yang sepaham, dan menjadikan jabatan sebagai panggung ego, bukan pelayanan publik.
“Kepemimpinan sejati adalah keberanian melayani semua rakyat, bukan hanya kelompok yang sepakat denganmu. Bukan pula tempat membesarkan egomu sendiri,” ujar Agnez.
Menutup pesannya, Agnez mengajak masyarakat, khususnya yang turun ke jalan, untuk tetap fokus, tidak mudah terprovokasi, dan mengedepankan kesatuan.
“Jangan biarkan diri kita diadu domba. Kita sekarang lebih dewasa, lebih kuat, dan bukan lagi Indonesia tahun 1998,” tegasnya.
“Warga jaga warga. Kita satu bangsa, satu tujuan, satu semboyan: Bhinneka Tunggal Ika.”
Gelombang demonstrasi yang dimulai pada 25 Agustus dipicu oleh kebijakan tunjangan anggota DPR yang dinilai berlebihan dan tidak peka terhadap krisis ekonomi masyarakat. Pernyataan sejumlah anggota dewan yang terkesan meremehkan rakyat memperparah situasi.
Meninggalnya Affan Kurniawan dalam konteks aksi protes semakin memperluas gelombang tuntutan. Demonstran kini menyerukan berbagai hal, dari reformasi kepolisian, transparansi anggaran DPR, hingga penegakan HAM dan perlindungan pekerja.
Sayangnya, di tengah aksi damai tersebut, terjadi pula insiden penjarahan dan kerusuhan yang diduga dimanfaatkan oleh kelompok tak dikenal.
Merespons tekanan publik, tujuh fraksi di DPR—PDIP, Gerindra, PAN, Golkar, NasDem, PKB, dan PKS—menyatakan siap mengevaluasi tunjangan mewah yang menuai kontroversi. Sejumlah anggota juga dinonaktifkan, seperti Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Adies Kadir.







