HASANAH.ID – Pendapatan negara dari sektor pajak hingga Februari 2025 mengalami penurunan yang cukup besar. Kementerian Keuangan, Sri Mulyani mencatat total penerimaan perpajakan mencapai Rp187,8 triliun atau sekitar 8,6 persen dari target tahunan. Angka ini lebih rendah 30,19 persen dibandingkan periode yang sama pada 2024, yang saat itu mencapai Rp269,02 triliun.
Di sisi lain, Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu menjelaskan bahwa ada dua faktor utama yang menyebabkan penerimaan pajak turun dalam dua bulan pertama 2025. Faktor pertama adalah penurunan harga komoditas utama yang menjadi salah satu sumber pendapatan negara.
“Ini meliputi batu bara yang anjlok 11,8 persen yoy, minyak 5,2 persen, dan nikel turun 5,9 persen,” ungkapnya.
Selain faktor eksternal tersebut, aspek administrasi perpajakan juga menjadi penyebab lainnya. Salah satu kebijakan yang berdampak adalah penerapan tarif efektif rata-rata (TER) untuk Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.
“Kalau kita hitung, apabila dinormalisasi, artinya sebetulnya 2024 itu ada lebih bayar. Kita hitung selisih itu adalah Rp16,5 triliun. Nah, 2025 ini sebagai efek dari lebih bayar kalau itu diklaim atau dinormalisasi, sebetulnya rata-rata PPh 21 untuk 2025 itu lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada 2024,” jelas Anggito.
Selain kebijakan TER, pemerintah juga menerapkan relaksasi dalam pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri. Wamenkeu menyebut bahwa pembayaran pajak yang semestinya jatuh tempo pada Februari diberikan perpanjangan waktu hingga 10 Maret 2025.
“Jadi, ada kebijakan yang baru pertama kali dilaksanakan yang namanya TER untuk PPh 21. Kalau menghitung cash ini memang menurun, tapi ini adalah efek kebijakan TER,” sambungnya.