Partai Hanura menyindir Ketum Gerindra Prabowo Subianto yang koalisinya masih belum fix jelang penutupan pendaftaran Pilpres 2019. Ini lantaran parpol-parpol koalisinya masih belum solid lantaran urusan cawapres.
Ketua DPP Hanura Inas Nasrullah Zubir merunut dari Prabowo mendatangi Habib Rizieq Syihab di Mekah, Arab Saudi, beberapa waktu lalu. Saat itu, Rizieq meminta Gerindra bersama PKS, PAN, dan PBB untuk bersatu menjadi Koalisi Keummatan.
“Beberapa waktu yang lalu saya pernah mengatakan bahwa Prabowo berada di kelek (ketiak) Habib Rizieq Shihab(HRS) karena dia begitu manut kepada HRS sehingga harus sowan ke Arab Saudi untuk meminta restu HRS untuk nyapres,” ujar Inas dalam keterangan tertulisnya, Rabu (8/8/2018).
Inas lalu menyinggung soal Ijtimak Ulama yang diselenggarakan oleh GNPF-U. Prabowo hadir dalam perhelatan yang hasilnya adalah merekomendasikan eks Danjen Kopassus itu sebagai capres, dengan dua kandidat cawapres: Ustaz Abdul Somad dan Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Aljufri.
“Semakin kental per-kelekan tersebut ketika Prabowo mematuhi instruksi HRS agar hadir dalam Ijtimak Ulama GNPF yang dihadiri oleh segelintir ulama saja dan bukan mewakili ulama Indonesia yang jauh lebih banyak dan tidak hadir di acara Ijtimak tersebut, di mana Prabowo wajib mematuhi rekomendasi Ijtimak Ulama GNPF dalam memilih cawapres-nya,” tutur Inas.
Sindiran Anggota DPR ini belum selesai. Dengan nada sarkasme, Inas menyebut justru rekomendasi Ijtimak Ulama membuat Prabowo seperti ‘tersandera’, padahal dua kandidat itu tidak akan memberikan dampak elektoral yang cukup besar.
“Rekomendasi ini menjadi dilema untuk Prabowo karena 2 orang bakal cawapres tersebut sama sekali tidak akan bisa membantu logistik yang diperlukan untuk menuju RI 1, padahal sumbangan kencleng yang diharapkan dapat menghimpun dana besar untuk logistik pilpres ternyata jauh api daripada panggang,” ujarnya.
Lalu Inas menyinggung soal masuknya Partai Demokrat ke koalisi Prabowo. Dengan dukungan dari Ketum PD Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), akan lebih menguntungkan untuk Prabowo, namun tetap ada timbal baliknya, yakni posisi Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
“Adanya tawaran SBY untuk berkoalisi dengan Prabowo bukan-nya tidak ada daya tarik, yang pasti adalah logistik bisa terjamin karena dana yang luar biasa besar akan mengalir ke kocek pemenangan pilpres Prabowo, asalkan Prabowo mau menerima AHY sebagai bakal cawapres-nya,” sebut Inas.
Hanya saja, dia menyoroti soal sosol SBY yang pernah menjadi presiden dua periode. Bila pada akhirnya berhasil menjadi presiden, menurut Inas, Prabowo akan didikte oleh SBY.
“Kemesraan Prabowo dengan SBY dapat kita lihat akhir-akhir ini dimana ketika mereka tampil berdua, SBY selalu mengambil peran dalam berbagai konferensi pers SBY-Prabowo,” ucapnya.
“Dan apakah ini berarti bahwa sekarang Prabowo pindah ke kelek SBY? Kalau memang AHY menjadi bakal calon cawapres Prabowo, dan jika mereka menang pilpres maka roda pemerintahan akan diatur oleh SBY,” lanjut Inas.
Seperti diketahui, hingga Rabu siang koalisi Prabowo belum mencapai kata sepakat. PKS masih berusaha mendorong Salim Segaf atau kadernya menjadi cawapres Prabowo, walau tetap juga mau menerima Ustaz Abdul Somad sebagai hasil Itjimak Ulama. PAN juga ingin agar tokoh cawapresnya dipilih. Sementara Demokrat mengusulkan AHY sebagai cawapres Prabowo. news.detik.com