
Menurut Usman, pembunuhan ini terjadi di tengah perjuangan Munir dalam mengadvokasi reformasi kelembagaan keamanan di Indonesia, termasuk militer, polisi, dan intelijen. Bahkan, dua rancangan undang-undang penting, yaitu RUU TNI 2004 dan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi 2004, disahkan tidak lama setelah pembunuhan Munir.
Dari sudut pandang hak asasi manusia, Usman menilai bahwa pembunuhan Munir memenuhi unsur kejahatan terhadap kemanusiaan, yaitu serangan terhadap penduduk sipil yang bersifat sistematis.
“Pembunuhan Munir seharusnya dilihat dalam lensa HAM sebagai kejahatan luar biasa, bukan sekadar pembunuhan biasa,” tegasnya.
Usman juga mengkritik kinerja Komnas HAM yang dinilai lambat dan birokratis dalam menindaklanjuti kasus ini. Ia berharap lembaga tersebut lebih transparan dalam menyampaikan perkembangan penyelidikan kepada keluarga korban dan kuasa hukum. Sebagai perbandingan, Usman mengingatkan kasus pelanggaran HAM Bumi Flora di Aceh yang penyelidikannya oleh Komnas HAM sejak 2013 belum juga membuahkan hasil.