Siapa sangka jika kipas yang biasanya hanya digunakan untuk mengusir panas, bisa jadi sarana efektif mempromosikan alam dan budaya Indonesia ke orang asing. Namun, hal inilah yang dilakukan oleh seniman sekaligus pengrajin kipas asal Kabupaten Gianyar, Bali, Mas Utari.
Memanfaatkan ruang di Indonesia Pavilion yang masih satu kawasan dengan Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Nusa Dua, Utari menampilkan puluhan kipas kreasi dari tangan para muda-mudi yang bekerja di sanggar miliknya, Bee Handycraft.
Menurut Utari, kipas yang dibuat di tempatnya bukan seperti kipas pada umumnya, namun bercorak gambar yang bercerita. Dia mengaku, banyak pelancong asing di Bali yang mengoleksi kipas-kipas khas Bali, baik sebagai hiasan maupun koleksi barang seni.
“Kipas gambar khas Bali ini mengangkat cerita dari kehidupan masyarakat Bali. Kemudian kesenian seperti Barong, seri cerita pewayangan Ramayana dan mahabharata. Banyak sekali cerita yang disampaikan di dalam lukis kipas ini. Juga bisa jadi sarana promosi,” ucapnya ditemui di Indonesia Pavilion, Kamis (11/10/2018).
Kipas lukis di Bali, menurut dia, sebenarnya sebenarnya sudah cukup populer lantaran biasa menjadi pelengkap dalam pertujukan kesenian di Pulau Dewata. Seni melukis kipas, hampir sama dengan menggambar di atas media telur. Jangan salah, meski hanya kipas, barang seni apapun di Bali bisa jadi benda berharga yang rupanya sangat diminati turis asing.
“Seniman di Bali sangat banyak, kipas ini hampir serupa dengan melukis di atas telur. Selama ini kan kipas lukis ini banyak sekali dipakai sebagai hiasan, wedding souvenir, kemudian para kolektor seni. Kipas juga bagian dari lifestyle. Orang sangat suka memakai fashion tertentu, dan melengkapinya dengan kipas dengan motif baju yang sama,” ungkap Utari yang sudah memulai usaha kipas lukis ini sejak tahun 2010.
Harga kipas lukis cukup beragam, dari mulai Rp 15.000 hingga Rp 2 juta untuk kipas dengan corak gambar yang rumit. Dia menuturkan, kipas lukis tradisional Bali sendiri selalu mengalami perubahan dalam hal desain. Setiap daerah di Bali juga memiliki ragam kipas tersendiri.
“Seperti kipas lukis untuk anak-anak muda milenial, saat ini lebih suka kipas dengan model vintage. Gambar alam dan cerita wayang masih dominan, ini yang bisa jadi sarana promosi,” ungkap Utari.
Di workshopnya di Gianyar, pembuatan kipas lukis dibantu oleh 33 orang tenaga lepas yang bisa memproduksi ratusan kipas setiap harinya. Utari sendiri mengaku memanfaatkan banyak limbah untuk proses pembuatan produknya seperti kain bekas, kaleng, kawat, dan perkakas limbah lainnya.
“Sudah sering dikirim ke luar negeri. Banyak yang ke Jepang, Amerika, dan Eropa,” pungkas Utari. news.detik.com