lifestyle

Narji Ungkap Tantangan Jadi Petani, Soroti Pemasaran hingga Kepastian Harga

HASANAH.ID – Mantan komedian Narji kini dikenal sebagai petani. Setelah menekuni dunia baru tersebut, ia mengaku menghadapi sejumlah kesulitan yang menurutnya tidak lagi terletak pada proses produksi, melainkan pada persoalan pemasaran dan kestabilan harga.

Dalam kesempatan hadir di studio Trans TV pada Senin (15/9), ia menyampaikan permintaan khusus kepada pemerintah agar lebih memperhatikan nasib petani di lapangan.

“Tantangannya, pemerintah tolong perhatikan nasib petani. Mereka jangan diajarkan lagi secara produksi, jangan diajarkan teoritis, tolong pemasarannya, tetapkan harga,” ujarnya.

Narji menilai langkah pemerintah yang telah menetapkan harga gabah patut diapresiasi. Namun ia menekankan masih banyak komoditas lain yang belum mendapatkan kepastian harga.

“Sekarang sih pemerintah sekarang alhamdulillah ya udah menetapkan harga gabah. Cuma komoditas yang lain kan belum,” tegasnya.

Menurutnya, komoditas seperti cabai keriting maupun bawang merah seharusnya dijaga kestabilan harganya. Dengan begitu, para petani bisa lebih tenang memperhitungkan hasil yang didapat dari modal yang dikeluarkan.

“Umpamanya cabe keriting, itu kan harus ada tingkat kestabilan, bawang merah stabil. Jadi petani itu udah tahu. Gue tanam modal segini bakal dapat untung segini,” jelasnya.

Namun, ia menambahkan bahwa kondisi di lapangan sering tidak menentu. Harga yang fluktuatif membuat keuntungan petani sulit diprediksi, kadang besar tetapi bisa juga berujung kerugian.

“Sekarang kan enggak tahu, karena fluktuatif kayak begini kan. Akhirnya petani kadang-kadang kalau lagi untung besar, untung besar. Tapi kalau benar-benar lagi zonk ya zonk,” katanya.

Pengalaman pahit pernah dialaminya saat menanam jahe merah. Pada saat panen, harga komoditas tersebut justru jatuh sehingga menimbulkan kerugian besar.

Narji yang kini memiliki sekitar 1.000 hektar lahan juga mengungkapkan bahwa sebagian tanahnya berada di Pekalongan, Pamulang, dan Parung. Separuh lahan tersebut disebutkan diwakafkan, sementara sisanya masih dalam sengketa.

“Ada sekitar 1.000 hektar, yang setengahnya wakaf, setengahnya lagi sengketa. Ada di Pekalongan, Pamulang, sekitaran Parung,” tuturnya.

Ia menjelaskan, kecintaannya pada lahan pertanian sudah terbangun sejak muda. Bahkan sang istri, Widiyanti, turut andil dalam mendukung kebiasaannya berinvestasi di sawah.

“Awalnya dari muda sudah begitu dan bini gue juga aneh, tiap gue kasih uang bulanan kadang-kadang disimpan terus pas mudik dia bilang ‘yah, itu sawah yang baru’,” tambahnya.