Pegiat Lingkungan Tolak Pembangunan Jalan Berbayar Atas Nama Kepentingan Umum di Kabupaten Bandung

Sementara menurut Direktur Jamparing Institute, Dadang Risdal Aziz mengatakan pembangunan jalan tol Soreang-Ciwidey-Pangalengan perlu kajian mendalam, dari mulai payung hukum, kebutuhan dan ketersediaan lahan.
“Kemudian anggarannya, mulai dari pembebasan, pengerjaan, investor hingga analisa dampak lingkungan harus benar-benar dikaji secara komprehensif. Ini harus benar-benar dipikirkan dengan matang, apalagi itu kan kawasan resapan Bandung Selatan, jadi enggak boleh sembarangan,”ujarnya.
Dadang Risdal Aziz mengatakan ada hal negatif yang semestinya menjadi pertimbangan dari jalan tol itu sendiri. Jalan tol memang dapat mempersingkat mobilitas. Tapi di sisi lain, sepanjang tol yang dilalui perekonomian masyarakat jadi lesu. Kendaraan akan berada pada satu titik ke titik tertentu tanpa bisa berhenti di sepanjang jalan tol.
“Sehingga, warung kecil, rumah makan, dan usaha kecil lainya di jalan alteri akan terkena dampak negatif. Nah pertanyannya, apakah benar masyarakat Soreang, Pasirjambu, Ciwidey dan Rancabali (Pacira) dan Pangalengan itu sangat membutuhkan jalan tol seperti ketika Bandung Selatan membutuhkan tol Soroja karena kemacetan yang luar biasa sepanjang Jalan Raya Kopo dan sekitarnya” ujarnya.
Dadang Risdal Aziz melanjutkan, ketimbang jalan tol, kata dia, masyarakat di Soreang, Pacira dan Pangalengan ini akan lebih membutuhkan jalan alteri. Namun tentunya diperlukan pelebaran serta penataan infrastruktur pendukungnya.
“Saya kira masyarakat lebih membutuhkan jalan arteri, pelebaran jalan dan penataan infrastruktur pendukungnya. Jadi bukan jalan tol, nanti malah mematikan aktivitas perekonomian masyarakatnya,” katanya.







