Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM menyebut volume Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda menyusut sekitar 60 persen atau dua pertiga karena erupsi yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir. Tinggi gunung yang semula 338 meter kini hanya tersisa sekitar 110 meter.
Hal ini sesuai dengan kesaksian salah seorang nelayan asal Lampung, Puji, yang menyaksikan detik-detik Anak Krakatau meletus pada 22 Desember 2018 lalu dan memicu gelombang tsunami.
Saat diwawancarai CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu, Puji mengaku melihat Anak Krakatau seperti terbelah dua dan longsor. Usai terbelah itu, Anak Krakatau kemudian memuntahkan lahar dam material vulkanik.
“Kami melihat anak GAK itu seperti pecah belah dua, lalu api lahar langsung mencar turun ke laut. Peristiwa itu, sekitar pukul 20.00 WIB,” kata Puji.
Saat itu ia bersama belasan nelayan lain sedang mencari ikan di sekitar Gunung Anak Krakatau. Jarak kapal yang ditumpanginya sekitar 2 km dari gunung atau berada dalam batas aman saat gunung api itu berstatus waspada atau level II. Belakangan setelah menyebabkan tsunami dan terus erupsi, statusnya dinaikkan menjadi siaga atau level III.