POLITIK

Istana Respons Kontroversi Pernyataan Fadli Zon soal Pemerkosaan Massal 1998

Hasanah.id — Kepala Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, menanggapi polemik yang muncul usai pernyataan kontroversial Menteri Kebudayaan Fadli Zon terkait pemerkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998. Hasan mengimbau publik untuk tidak terburu-buru menarik kesimpulan dan menyerukan ruang dialog yang sehat antar pihak.

“Isu seperti ini sebaiknya didiskusikan dengan kepala dingin. Jangan langsung menghakimi. Kita beri kesempatan para ahli sejarah menyelesaikan tugasnya menulis sejarah Indonesia secara utuh,” ujar Hasan saat ditemui di Jakarta, Senin (16/6/2025).

Ia menegaskan bahwa proses penulisan sejarah oleh tim sejarawan tetap berjalan dan melibatkan pihak-pihak yang memiliki kredibilitas tinggi dalam bidangnya.

“Kalau memang ingin berdialog, silakan berdiskusi dengan para sejarawan. Kalau bukan ahli, ya kita tempatkan ini sebagai bahan bacaan umum saja,” lanjutnya.

Pernyataan Hasan disampaikan menyusul kritik terhadap Fadli Zon yang dalam sebuah wawancara menyebut tidak ada bukti mengenai pemerkosaan massal pada kerusuhan rasial 13–15 Mei 1998.

Pernyataan Fadli menuai reaksi keras dari berbagai kalangan. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai pernyataan tersebut sebagai bentuk penyangkalan terhadap fakta sejarah yang telah didokumentasikan secara resmi.

“Ini adalah bentuk penyangkalan ganda yang justru memperburuk upaya penegakan keadilan bagi korban. Perkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998 bukan rumor. Fakta-faktanya sudah dihimpun dan diakui oleh lembaga-lembaga resmi,” kata Usman dalam konferensi pers Koalisi Perempuan Indonesia, Jumat (13/6/2025).

Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas — yang terdiri dari ratusan organisasi dan individu — mengeluarkan pernyataan bersama mengecam ucapan Fadli. Dalam pernyataan tertulis yang dirilis Minggu (15/6/2025), mereka menilai pernyataan tersebut sebagai tindakan manipulasi sejarah dan pelecehan terhadap upaya pengungkapan kebenaran.

“Pernyataan tersebut merupakan bentuk pengaburan sejarah, dan secara langsung merendahkan perjuangan para penyintas, khususnya perempuan korban kekerasan seksual dalam tragedi Mei 1998,” tulis koalisi yang juga mencantumkan dukungan dari KontraS.

Back to top button