BMKG Beberkan Penyebab Hujan di Musim Kemarau

HASANAH.ID – Curah hujan yang turun deras pada bulan Juli 2025, di tengah seharusnya puncak musim kemarau, telah menimbulkan pertanyaan publik. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap bahwa sejumlah dinamika atmosfer menjadi penyebab utama cuaca tak biasa ini, termasuk lemahnya monsun Australia dan munculnya sirkulasi siklonik di wilayah barat Indonesia.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa melemahnya monsun Australia menyebabkan perubahan pola cuaca signifikan yang seharusnya membawa musim kemarau.
“Jadi sebetulnya yang terjadi kurang lebih beberapa hari yang lalu, adalah adanya dinamika atmosfer, yang terutama dikontrol oleh lemahnya monsun dari Australia, yang harusnya membawa, mengakibatkan musim kemarau,” ujar Dwikorita.
Ia menambahkan bahwa sejumlah fenomena atmosfer saling berinteraksi dan mempercepat terbentuknya awan-awan hujan.
“Singkat kata, berbagai fenomena itu berinteraksi, memacu pertemuan awan-awan hujan yang intensif,” tambahnya.
Tidak hanya monsun Australia yang melemah, Dwikorita juga mengungkap bahwa sirkulasi siklonik di barat Bengkulu serta badai tropis di utara Indonesia turut memberikan pengaruh terhadap terbentuknya hujan di sejumlah wilayah pada musim kemarau ini.
Kondisi atmosfer ini juga didorong oleh pertemuan massa udara dari arah timur yang datang dari bagian selatan Jawa hingga Lombok, dan angin dari arah barat yang bertemu di wilayah yang sama.
“Zona pertemuan itu berada di zona tadi, Jawa Barat sampai Lombok. Terutama yang efektif itu adalah di Jawa Barat, Jabodetabek, karna ada kontrol sirkulasi siklonik tadi. Dampaknya apa? Mengakibatkan perlambatan dan pembelokan arah angin menuju ke arah utara, dan itu akibatnya memacu pertemuan awan-awan hujan yang sangat intensif,” jelas Dwikorita.
Suhu permukaan laut yang masih hangat di perairan Indonesia turut memperparah potensi hujan deras di musim kemarau.
BMKG sendiri telah mendeteksi fenomena ini sejak 28 Juni 2025 dan telah menerbitkan peringatan dini, termasuk pada 4 Juli. Namun, Dwikorita menyebut kondisi tersebut kini mulai mereda dan diprediksi bergeser ke wilayah tengah Indonesia.
“Sehingga diharapkan kondisi hujan lebat ini berangsur-angsur, mulai berkurang besok, dan nanti sekitar tanggal 10 sudah bergeser ke wilayah Indonesia Tengah, seperti di Kalimantan Timur, Sulawesi, dan selanjutnya ke Maluku dan Papua,” pungkasnya.
Fenomena ini terjadi seiring dengan masih lemahnya pergerakan monsun Australia, yang perlahan mulai menunjukkan intrusi ke wilayah Indonesia.
Sementara itu, BMKG juga mencatat bahwa musim kemarau tahun ini memang mengalami kemunduran di sebagian wilayah. Sejak Maret 2024, BMKG telah memprediksi bahwa awal musim kemarau 2025 akan tertunda pada sekitar 29 persen Zona Musim (ZOM), terutama meliputi wilayah Lampung, Pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT.
Hingga akhir Juni 2025, pemantauan BMKG menunjukkan bahwa hanya sekitar 30 persen wilayah yang telah memasuki musim kemarau. Angka ini jauh di bawah kondisi normal yang biasanya mencapai 64 persen pada periode yang sama.