Hasan Nasbi: Mahasiswi ITB Pembuat Meme Jokowi-Prabowo Sebaiknya Dibina

HASANAH.ID – Penangkapan seorang mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB), berinisial SSS, karena membuat dan mengunggah meme yang dianggap tidak pantas terhadap Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo, menuai sorotan publik. Kasus ini menyorot penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dalam konteks kebebasan berekspresi di media sosial.
Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, meminta kepolisian untuk segera membebaskan SSS. Ia menilai penangkapan ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa kegaduhan di media sosial tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Usman menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk otoritarianisme yang mengancam kebebasan berekspresi di ruang digital.
“Negara tidak seharusnya anti-kritik. Sebaliknya, hukum seharusnya tidak digunakan untuk menekan suara masyarakat,” tegasnya.
Menurut Usman, baik Undang-Undang Dasar 1945 maupun ketentuan hak asasi manusia internasional menjamin kebebasan menyampaikan pendapat. Meski kebebasan ini dapat dibatasi untuk melindungi reputasi individu, ia menegaskan bahwa sanksi pidana seharusnya bukan solusi. Terlebih, pejabat publik seperti presiden tidak seharusnya mendapatkan perlindungan hukum atas kritik terhadap reputasi.
“Meski kebebasan tersebut bisa dibatasi untuk melindungi nama baik orang lain, standar HAM internasional meminta pembatasan tidak dilakukan dengan pidana,” jelasnya.
Kepala Kantor Komunikasi Presiden (Presidential Communication Office), Hasan Nasbi, menyatakan bahwa Presiden Prabowo tidak pernah melaporkan ekspresi masyarakat yang menyudutkannya. Meski menyayangkan konten meme tersebut, Hasan menyebut bahwa ruang ekspresi publik sebaiknya diisi dengan cara yang bertanggung jawab. Ia menyarankan agar mahasiswa seperti SSS dibina, bukan dihukum secara pidana, mengingat usianya yang masih muda.
“Kalau anak muda, ya mungkin ada semangat-semangat yang telanjur. Ya mungkin lebih baik dibina, ya, karena masih sangat muda, bisa dibina bukan dihukum gitu,” ucapnya.
Pihak ITB melalui Direktur Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Nurlaela Arie, menyampaikan bahwa orang tua SSS telah datang ke kampus dan menyampaikan permintaan maaf. ITB saat ini terus melakukan koordinasi dengan berbagai pihak guna memberikan pendampingan kepada mahasiswi tersebut, termasuk dalam aspek hukum dan psikologis.
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) melalui Sekretaris Jenderal Togar Mangihut Simatupang turut menanggapi kasus ini. Ia meminta ITB untuk memberikan pendampingan menyeluruh serta mendorong kampus mengajukan permohonan penundaan penahanan kepada kepolisian sebagai bentuk perlindungan terhadap mahasiswa.