
Harjanto menjelaskan, setiap satu unit BYD e6 yang dibeli dari China, nilainya sekitar Rp 700 jutaan. Sedangkan, setiap satu unit Tesla Model X 75D harganya Rp 1,2 miliar. Jika dikalkulasi maka jika semuanya terealisasi, nilai impor yang tercatat dalam neraca perdagangan negara adalah Rp 140 miliar (BYD e6) ditambah Rp 60 miliar (Tesla Model X).
“Nilai impornya begitu besar, setahu saja Toyota mencoba ekspor CBU mobil dari Indonesia saja paling nilainya 10.000-12.000 dolar US (Rp 140 juta-170 juta). Memang mobil listrik tidak menggunakan bensin, tapi jangan sampai nanti impor BBM turun, malah manufaktur melesat, cuma subtitusi saja,” ucap Harjanto.
Untuk itu, kata Harjanto, jangan sampai Indonesia hanya dijadikan pasar mobil listrik impor saja. Untuk menstimulasi investasi di sektor mobil listrik, pemerintah tengah menyiapkan insentif berupa Tax Holiday untuk tiga komponen utama mobil listrik, yakni baterai, unit pengatur (control unit), dan motor elektrik.
“Kami juga menyiapkan Tax Decuction Reduction, besarannya 200 persen untuk pelatihan SDM dan 300 persen untuk R and D (riset dan pengembangan). Jadi diharapkan industri mobil listrik ini juga ikut berkembang, karena total ada 2 juta orang yang terlibat di dalam industri otomotif, belum termasuk servis,” kata Harjanto.