Internasional

Konflik Perang Dagang Memanas, China Kritik Pembatasan Ekspor Chip AS

HASANAH.ID – China secara tegas menganggap kebijakan pembatasan teknologi dari Amerika Serikat (AS) sebagai tindakan diskriminatif. Pernyataan ini muncul menyusul tuduhan Presiden AS Donald Trump bahwa China telah melanggar kesepakatan penangguhan tarif tinggi yang diteken di Jenewa, Swiss, pada 12 Mei 2025.

Juru bicara Kedutaan Besar China di AS, Liu Pengyu, menyatakan bahwa China telah berulang kali menyampaikan kekhawatirannya kepada AS terkait penyalahgunaan tindakan pengendalian ekspor, khususnya di sektor semikonduktor dan praktik terkait lainnya.

“Baru-baru ini, China telah berulang kali menyampaikan kekhawatirannya kepada AS mengenai penyalahgunaan tindakan pengendalian ekspor di sektor semikonduktor dan praktik terkait lainnya,” ungkap Liu dalam wawancara dengan NBC News.

Situasi ini menandai eskalasi terbaru dalam perang dagang yang terus berlangsung antara kedua negara, terutama yang berkaitan dengan kecerdasan buatan (AI) dan infrastruktur pendukung teknologi tinggi.

Sebelumnya, Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer menyebut dalam wawancara dengan CNBC International bahwa China lambat dalam memenuhi komitmen sesuai kesepakatan kedua negara di Jenewa. Menanggapi hal tersebut, Liu menegaskan bahwa China kembali mendesak AS untuk menghentikan pembatasan diskriminatif yang diterapkan.

“China sekali lagi mendesak AS untuk segera memperbaiki tindakan yang salah dalam melakukan pembatasan diskriminatif terhadap China. Kami meminta AS untuk memegang teguh konsensus yang dicapai dalam pembicaraan di Jenewa,” ujarnya.

Namun, Liu tidak merinci kebijakan AS yang dimaksud. Sebelumnya, pada awal bulan ini, China mengklaim AS menyalahgunakan kebijakan kontrol ekspor dengan melarang perusahaan AS menggunakan chip AI buatan Huawei.

AS sendiri telah menerapkan pembatasan ekspor sejumlah chip dan teknologi pembuatan chip ke China sebagai bagian dari strategi pertahanan nasional. Kebijakan ini dimulai pada masa jabatan pertama Presiden Trump dan terus diperketat hingga masa jabatan keduanya, termasuk di era pemerintahan Joe Biden.

Pada 2019, Trump memasukkan Huawei ke dalam daftar hitam AS, sehingga perusahaan asal China ini dilarang menggunakan teknologi AS. Langkah ini mendorong Huawei mengembangkan teknologi mandiri, seperti sistem operasi HarmonyOS yang terpisah dari Android, serta chip dengan dukungan 5G melalui kerja sama dengan perusahaan pembuat chip domestik, SMIC.

Pada 2022, pemerintahan Biden membatasi akses China terhadap chip AI tercanggih buatan Nvidia dan AMD. Namun, Huawei memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengembangkan chip AI pengganti yang canggih.

Pembatasan ekspor chip kian meluas baru-baru ini. Beberapa perusahaan perangkat lunak chip asal AS, seperti Synopsys dan Cadence Design Systems, melaporkan menerima surat dari Kementerian Perdagangan AS agar menghentikan penjualan ke China.

Selain itu, pemerintah Trump memerintahkan Nvidia untuk menghentikan penjualan chip H20 ke China. Chip tersebut sebenarnya dirancang khusus untuk pasar China agar mematuhi pembatasan ekspor chip pada masa Biden.

Pada April lalu, Trump bahkan memblokir seluruh penjualan chip Nvidia, termasuk yang kurang canggih, ke China. Nvidia menyebutkan bahwa mereka memiliki persediaan chip senilai US$4,5 miliar yang kini tidak dapat digunakan akibat pembatasan tersebut.

CEO Nvidia Jensen Huang menilai kebijakan AS didasari asumsi yang salah, yakni bahwa China tidak mampu membuat chip AI.

“AS membuat kebijakan berdasarkan asumsi bahwa China tidak bisa membuat chip AI,” ujarnya.