Nuri juga mempertanyakan definisi “kerusuhan” yang sering digunakan oleh aparat untuk membenarkan tindakan represif.
“Apa definisi rusuh? Jika memang rusuh, tindakan apa yang sebenarnya dilakukan oleh demonstran? Penggunaan water cannon atau peluru karet mungkin dapat dibenarkan dalam konteks tertentu, namun tidak untuk mengatasi unjuk rasa damai,” tegasnya.
Lebih lanjut, Nuri mengingatkan bahwa standar hak asasi manusia dalam penanganan demonstrasi telah diatur dalam Perkapolri Nomor 16 Tahun 2006 dan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 mengenai penggunaan kekuatan.
“Aturan itu ada, tetapi sayangnya tidak dijalankan dengan baik. Aparat kepolisian seharusnya melindungi hak asasi manusia, termasuk hak untuk melakukan aksi protes secara damai. Kekerasan oleh aparat yang terjadi selama demonstrasi tersebut harus diusut tuntas dan diinvestigasi,” pungkas Nuri.
LBH Pers mendesak agar aparat kepolisian menjalankan tugasnya sesuai dengan standar HAM yang telah diatur dalam hukum nasional dan internasional, serta menuntut pertanggungjawaban atas kekerasan yang dilakukan terhadap demonstran.