Lebih dari 5.000 Siswa Terdampak Keracunan MBG, Tuntutan Evaluasi dan Penghentian Sementara Mengemuka

Ia mencontohkan kejadian di Sleman, DIY, di mana dapur yang sebelumnya menjadi sumber insiden tetap beroperasi tanpa prosedur pembersihan yang memadai.
“Aneh sekali. Setelah keracunan, proses memasak tetap dilanjutkan tanpa evaluasi atau sterilisasi. Harusnya dihentikan dulu, ditelusuri penyebabnya, baru bisa lanjut,” tegas Esti.
Insiden ini juga memberi tekanan pada anggaran pemerintah daerah. Di Sleman, Pemda mengalokasikan Rp45 juta untuk membiayai pengobatan ratusan siswa. Gunungkidul, melalui APBD Perubahan, menganggarkan Rp100 juta untuk keperluan darurat penanganan keracunan.
“Karena ini bukan penyakit yang dicover BPJS, pembiayaan jadi beban daerah. Sementara anggaran khusus MBG dari pusat ke daerah tidak tersedia,” jelas Endah, salah satu pejabat Pemkab Gunungkidul.
Lembaga-lembaga berbeda mencatat jumlah kasus keracunan MBG dengan variasi data yang signifikan:
- BGN (Badan Gizi Nasional): 3.241 kasus hingga pertengahan September 2025
- JPPI (Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia): 6.452 kasus per 21 September 2025
- CISDI (Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives): 5.626 kasus sejak Januari 2025
- KSP (mengacu data Kemenkes dan BPOM): lebih dari 5.000 siswa terdampak, puncaknya terjadi Agustus di Jawa Barat
Menurut pendiri CISDI, Dian Saminarsih, banyaknya kasus menunjukkan bahwa implementasi MBG dilakukan terlalu terburu-buru.







