Daryono juga mengungkapkan bahwa gempa besar terakhir di Tunjaman Nankai terjadi pada 1946, dengan usia seismic gap 78 tahun. Sementara itu, gempa besar terakhir di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut masing-masing terjadi pada 1757 dan 1797, dengan usia seismic gap yang jauh lebih lama, yakni 267 tahun dan 227 tahun.
“Dengan periodisitas yang lebih lama, seharusnya kita lebih serius dalam menyiapkan upaya-upaya mitigasi,” tegasnya.
Ia juga mengklarifikasi pernyataannya sebelumnya terkait rilis gempa di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut yang “tinggal menunggu waktu”. Menurutnya, pernyataan ini bukan berarti gempa besar akan segera terjadi, tetapi karena segmen-segmen sumber gempa di sekitar kedua wilayah tersebut sudah mengalami rilis gempa besar, sementara Selat Sunda dan Mentawai-Siberut belum.
“Kita semua paham bahwa hingga saat ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu memprediksi gempa dengan tepat dan akurat, baik dari segi waktu, lokasi, maupun kekuatannya,” katanya. Oleh karena itu, Daryono menegaskan bahwa informasi mengenai potensi gempa megathrust ini sama sekali bukan prediksi atau peringatan dini.