“Apakah seperti yang ada di Aceh? Kalau dilakukan, bagaimana tanggapan dari elemen-elemen lain, elemen-elemen nasionalis mungkin, elemen minoritas,” kata Tito.
Menurut Tito, hal ini bisa memantik keinginan daerah-daerah untuk membuat peraturan daerah masing-masing sesuai dengan prinsip keagamaan mayoritas di daerah tersebut. Manokwari, Papua, misalnya, bisa-bisa mengusulkan perda keagamaan. Begitu juga dengan Bali yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu.
Tito selanjutnya membahas kata ‘di bawah naungan khilafah Islamiah menurut manhaj nubuwwah’ yang ada dalam Pasal 6 AD/ART FPI itu. Dia tak menafikan bahwa kata khilafah sensitif di Indonesia. Mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia ini juga mempertanyakan apakah khilafah bermakna teologis atau sistem negara.
“Kalau sistem negara bertentangan dengan prinsip NKRI ini,” ujarnya.
Tito mengatakan tak ada masalah dengan pelaksanaan dakwah. Namun menyangkut penegakan hisbah, Tito mengatakan prinsip ini semacam amar ma’ruf nahi mungkar atau perintah untuk mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik dan mencegah hal-hal yang buruk bagi masyarakat.