“Transparansi itu kunci dari pemilu yang jurdil. Di pemilu kali ini kita patut memuji KPU yang begitu transparan dalam menyajikan perhitungannya. Pun halnya lembaga quick count sebagai pembanding yang juga sangat terbuka dalam menyajikan basis data pemilihannya,” kata Karding.
Karena alasan itu, kata Karding, siapapun pihak yang ingin berdebat soal hasil pemilu sudah seharusnya memiliki sikap yang sama dengan KPU atau lembaga quick count. Jika mengkritik pemilu, tanpa data yang transparan maka hal itu bisa dinilai sebagai usaha penyesatan. “Kita ini sekarang berbicara ilmu statistika yang mana harus ada data untuk beragumentasi. Jadi akan sesat kita jika hanya berbicara tanpa data,” ujar Karding.
Menurut Karding, segala tahapan pemilu yang berjalan sukses dan lancar sudah seharusnya diapresiasi. Bukan justru didelegitimasi karena kekecewaan soal hasil elektabilitas calon tertentu yang belum sesuai dengan harapan.
“Dalam kontestasi ada kalah dan menang. Ada yang luas dan tidak puas akan hasil. Itu semua wajar. Yang tak wajar kalau rasa puas dan tidak puas itu membuat kita bersikap di luar logika,” kata Karding.