Kedua, Aspek Perencanaan Pembangunan infrastruktur , sangatlah masif yang dipastikan memberikan nilai terhadap pembangunan insfrastruktur tersebut akan tetapi pembangunan yang masif itu belum memberikan efek maksimal karena aspek perencanaan dari penataan ruang yang belum bisa atau tidak adaptif akan terjadinya daerah pertumbuhan ekonomi baru.
“Dan pembangunan tersebut terkesan barbar karena banyak dari proyek infrastruktur itu tidak mengikuti Peraturan perencanan RTRW, RDTR dll bahkan kecenderungan peraturan mengikuti proyek infrastruktur. Hal ini sangat mengkhawatirkan seperti contoh KCIC, Rebana, Tol dan lainya,”ujarnya.
Ketiga Aspek Penertiban, Pengendalian dan pemanfaatan ruang, dimana aspek ini masih belum dirasakan secara masif meski beberapa sudah ada yang patut kami apresiasi. Walaupun belum dirasakan oleh masyarakat umum, seperti penertiban atas pelanggaran pelanggaran penataan ruang yang kami pandang tidak memberikan efek jera akan perusak ruang bahkan kami menilai adanya dugaan Pelanggaran selain pelanggaran Penataan ruang.
“Seperti beberapa kasus terjadinya tindak pidana Korupsi dan gratifikasi atas penyelesaian permasalahan pengendalian ruang tersebut, adanya praktek praktek tersebut dikarenakan tidak terbukanya informasi dari pihak berwenang seperti banyaknya kepwal yang diterbitkan tanpa ada keterbukaan dan pendetailan informasi dan masyarakat tidak dilibatkan. Seperti Moxi, Pullmam, Podomoro dll,”paparnya.
Lembaga Bantuan Hukum ( LBH ) Bandung dalam hal ini berpandangan bahwa ruang advokasi bagi masyarakat semakin dipersempit dan terus mengalami ancaman kriminalisasi. Pasal 39 UUCK yang merubah dan menambah dari pasal 162 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang semakin menguatkan pasal pidana yang sering digunakan untuk mengkriminalisasi warga.
Selain itu UUCK mempersempit pelibatan masyarakat yang kemudian hanya dimaknai sebagai pelibatan masyarakat terdampak langsung, dimana sebelumnya dalam UUPPLH pelibatan masyarakat ini termasuk pemerhati lingkungan dan/atau yang terpengaruh terhadap segala bentuk keputusan yang memiliki dampak lingkungan.
“Selain UUCK, UU ITE juga masih digunakan untuk membatasi ruang gerak dan mengkriminalisasi warga yang melakukan perjuangan hak-hak lingkungan. Hal ini menunjukkan ruang masyarakat untuk memperjuangkan lingkungan yang baik dan sehat masih belum mendapatkan perlindungan dari Negara,”pungkasnya.