Berita

Pemerintah Bahas Pemulangan Eks Marinir RI yang Gabung Tentara Rusia

Hasanah.id – Pemerintah Indonesia menyatakan tengah membahas langkah terbaik terkait permintaan pemulangan Satria Kumbara, mantan prajurit Marinir TNI Angkatan Laut, yang sempat bergabung dengan militer Rusia.

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengungkapkan, sejumlah kementerian dan lembaga kini tengah berkoordinasi guna menyikapi kasus tersebut. Di antaranya adalah Kementerian Luar Negeri, Direktorat Jenderal Imigrasi, dan Kementerian Hukum dan HAM.

“Kami sedang melakukan koordinasi dengan seluruh pihak terkait, termasuk Kemlu, Imigrasi, dan Kemenkumham,” kata Prasetyo kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (25/7).

Tak hanya melibatkan lembaga sipil, proses ini juga menyertakan unsur militer. Menurut Prasetyo, TNI, khususnya TNI AL sebagai instansi tempat Satria pernah bertugas, ikut dilibatkan dalam pembahasan solusi.

“Kami juga berkomunikasi dengan Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) untuk mencari jalan keluar terbaik,” tambahnya.

Permintaan Satria untuk kembali ke Indonesia mencuat setelah sebuah video dirinya tersebar luas di media sosial. Dalam video tersebut, ia menyampaikan permohonan maaf atas tindakannya menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia—langkah yang berujung pada pencabutan kewarganegaraan Indonesia.

“Saya ingin memohon maaf sebesar-besarnya apabila ketidaktahuan saya dalam menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia mengakibatkan pencabutan kewarganegaraan saya,” ucap Satria dalam video yang beredar.

Ia juga meminta bantuan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, serta Menteri Luar Negeri Sugiono, agar proses pemulangan dan pemulihan status kewarganegaraannya dapat dibantu.

Kemunculan Satria sebelumnya sempat viral pada Mei 2025, ketika akun TikTok yang diduga miliknya mengunggah dua foto: satu mengenakan seragam militer Rusia dan satu lagi memakai seragam TNI AL. Unggahan itu memicu pertanyaan publik soal status dan keberadaannya.

Pemerintah hingga kini masih menelaah opsi hukum dan diplomatik yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan kasus ini. Prinsip kehati-hatian dan kepatuhan terhadap aturan menjadi dasar dalam setiap pertimbangan.

Back to top button