Peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau sedari tanggal 22 Desember 2018 terpantau signifikan hingga akhirnya status gunung itu dinaikkan dari waspada ke siaga. Di hari itu pula pada malam harinya terjadi longsoran lereng gunung tersebut yang diduga memicu tsunami menerjang Banten dan Lampung Selatan.
Sekretaris Badan Geologi Kementerian ESDM Antonius Ratdomopurbo menyebut letusan Anak Krakatau tidak berhenti sejak saat itu. Selain itu, dia menyebut ada perubahan pola aktivitas erupsi.
“Maka statusnya dinaikkan karena tentu saja itu memberikan potensi daya yang lebih luas dari yang kita nyatakan waspada,” ucap Antonius di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (27/12/2018).
Perubahan pola erupsi itu disebut berubah dari strombolian menjadi surtseyan. Strombolian berarti erupsi yang bersifat eksplosif melontarkan batu pijar karena ada tekanan dari dalam kawah. Sedangkan tipe surtseyan yang saat ini dialami Anak Krakatau artinya aliran lava atau magma yang keluar kontak langsung dengan air laut. Erupsi jenis ini menandakan debit volume magma yang dikeluarkan meningkat dan lubang kawah membesar.