IMF Sebut Pengangguran Indonesia Naik, Istana Tegaskan Lapangan Kerja Terus Bertambah

HASANAH.ID – Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan tingkat pengangguran Indonesia pada 2025 akan menyentuh angka 5 persen. Proyeksi tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi kedua di Asia setelah Filipina.
Merespons hal itu, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, menyatakan bahwa prediksi lembaga internasional seperti IMF menjadi referensi penting bagi pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional.
“Analisis dari lembaga-lembaga seperti IMF tentu jadi masukan yang sangat penting bagi pemerintah untuk mengantisipasi, untuk menjaga supaya kita tetap baik ekonominya,” ujar Hasan di Kantor PCO, Jakarta, Selasa (3/6/2025), dikutip dari Antara.
Dalam laporan World Economic Outlook edisi April 2025, IMF mencatat adanya kenaikan tingkat pengangguran Indonesia dari 4,9 persen di tahun sebelumnya menjadi 5 persen pada tahun ini.
Namun demikian, pemerintah tetap menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai acuan utama dalam menilai kondisi ketenagakerjaan di dalam negeri. Hasan menjelaskan bahwa data BPS dianggap lebih mewakili kenyataan lapangan.
Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan BPS pada Februari 2025, tingkat pengangguran terbuka (TPT) tercatat sebesar 4,76 persen. Angka ini menunjukkan penurunan 0,06 persen poin dibandingkan Februari 2024 yang sebesar 4,82 persen.
“Itu artinya, angka pengangguran, orang-orang yang benar-benar menganggur, turun,” jelas Hasan.
Selain penurunan TPT, indikator ketenagakerjaan lainnya juga menunjukkan tren positif. Tingkat setengah penganggur berhasil ditekan dari 8,52 persen pada Februari 2024 menjadi 8 persen di bulan yang sama tahun 2025.
Sementara itu, proporsi pekerja penuh waktu atau mereka yang bekerja lebih dari 35 jam per minggu meningkat dari 65,60 persen menjadi 66,19 persen.
“Jadi, ada indikator-indikator yang menunjukkan bahwa memang terjadi pemutusan hubungan kerja, tetapi penciptaan lapangan kerja baru juga terjadi, dan itu lebih banyak,” tutur Hasan.
Dijelaskan pula bahwa jumlah angkatan kerja baru, terutama dari lulusan SMA, sekolah vokasi, serta universitas, ikut memberikan kontribusi terhadap naiknya jumlah pengangguran secara keseluruhan.
Data BPS menunjukkan lulusan SMA masih menjadi kelompok terbesar penyumbang pengangguran, dengan persentase sebesar 28,01 persen per Februari 2025. Sementara itu, lulusan Diploma I/II/III tercatat sebagai kelompok dengan tingkat pengangguran paling rendah, yakni 2,44 persen, disusul lulusan Diploma IV/S1 sebesar 13,89 persen.
IMF dalam laporannya menyebut bahwa pengangguran mencakup mereka yang belum bekerja ataupun masih dalam pencarian kerja. Di sisi lain, BPS mengadopsi definisi yang lebih luas, termasuk mereka yang sedang mempersiapkan usaha baru atau bahkan yang telah menyerah mencari pekerjaan karena merasa tidak memiliki peluang.
Meski proyeksi IMF mencerminkan tantangan yang harus diwaspadai, Hasan memastikan bahwa kondisi ketenagakerjaan nasional masih cukup stabil.
“Jadi, sejauh ini, indikator-indikator yang seperti ini, kita masih cukup baik, dan masih cukup untuk membuat bangsa kita optimistis, dan ke depan tentu pemerintah akan mengeluarkan berbagai kebijakan-kebijakan (mengurangi tingkat pengangguran, red.),” ucap Hasan.