“Berdasarkan ahli hukum, UU Cipta Kerja bertentangan dengan beberapa putusan MK, termasuk putusan MK Nomor 3 Tahun 2010,” jelasnya.
Ia juga mengkritik proses penyusunan dokumen perencanaan tata ruang yang dianggap tidak melibatkan partisipasi publik dan lebih melayani kepentingan pengusaha daripada masyarakat.
“Prosesnya menunjukkan tata kelola yang buruk dan tidak ada partisipasi publik, khususnya nelayan di Sulawesi Utara,” ujarnya.
Parid mengungkapkan bahwa proyek ini berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan, sosial, dan ekonomi masyarakat setempat.
“Dalam Peraturan Daerah Zonasi Nomor 18 Tahun 2017, terdapat rencana proyek tambang pasir laut yang akan menghancurkan habitat nelayan. Hanya 42 hektar dialokasikan untuk pemukiman nelayan dari total area yang sangat luas,” ungkapnya.
Ia juga mengkritik pemerintah yang terus mempromosikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, sementara fakta di lapangan menunjukkan kondisi sebaliknya.
“Di forum internasional, kita selalu berkampanye tentang konservasi mangrove, terumbu karang, dan padang lamun, tetapi kenyataannya reklamasi terjadi di mana-mana,” tegas Parid.