Ivan melanjutkan, meskipun pendapatan bersih mengalami kenaikan sebesar 3%, volume penjualan dan laba bersih perseroan mengalami penurunan sebesar 3% dan 11,6% dibandingkan Semester I 2023. “Kinerja industri hasil tembakau masih penuh dengan tantangan yang dipengaruhi oleh dinamika pasar. Walaupun pertumbuhan ekonomi relatif stabil, daya beli konsumen dewasa secara keseluruhan cenderung melemah. Tantangan industri hasil tembakau juga ditambah dengan tekanan kenaikan tarif cukai sebesar dua digit jauh di atas tingkat inflasi, dan semakin melebarnya jarak tarif cukai antar segmen.” ujar Ivan. Hal ini mendorong perpindahan konsumsi dari Golongan 1 dengan tarif cukai paling tinggi ke produk yang lebih murah (downtrading), dan bahkan makin maraknya peredaran rokok ilegal. Pangsa pasar segmen di bawah Golongan 1 pada semester 1 2024 telah mencapai lebih dari 44% atau bertumbuh lebih dari 2x lipat dibandingkan tahun 2017.
“Kedepannya, kami berharap pemerintah terus melanjutkan kebijakan cukai hasil tembakau multi years (tahun jamak) berdasarkan parameter ekonomi yang jelas, seperti tingkat inflasi serta mempertimbangkan daya beli masyarakat untuk menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif bersama upaya pemberantasan rokok ilegal secara berkelanjutan.” ujar Ivan. Selain itu, Pemerintah diharapkan untuk dapat terus melanjutkan kebijakan yang mendukung kontinuitas segmen padat karya sigaret kretek tangan (SKT), dan menghentikan akselerasi downtrading yang terus berlanjut sehingga Pemerintah juga dapat mengoptimalkan penerimaan cukai.