
Namun saat ini, ia mengakui, koperasi belum sepenuhnya menjadi pilihan utama kelembagaan ekonomi rakyat.
Hal ini dilihat dari rendahnya partisipasi penduduk menjadi anggota koperasi yakni sebesar 8,41%.
“Kira-kira masih di bawah rata-rata dunia yang mencapai 16,31% meskipun ada juga yang tingkat partisipasinya tinggi seperti Provinsi NTT dan Provinsi Kalimantan Barat. Selain itu, kontribusi koperasi terhadap perekonomian nasional masih rendah yakni sebesar 5,1%,” katanya.
Teten mengakui koperasi saat ini masih memiliki stigma negatif dari masyarakat.
Maka dari itu, pemberdayaan koperasi modern harus digalakkan.
“Saat ini tak mudah untuk mengampanyekan gerakan koperasi khususnya di grass root. Saya sering dicemooh ketika mengajak masyarakat untuk bergabung, lantaran koperasi dianggap sama dengan bank emok. Koperasi memiliki citra buruk sehingga kita memerlukan usaha keras untuk merubah stigma negatif tersebut. Saya bilang yang jelek itu masa lalu, kita bangun koperasi modern” paparnya.
Teten menambahkan, Pemerintah mendorong peran koperasi untuk penguatan sektor pangan.

Sebab, imbuhnya, koperasi sektor pangan akan berperan terhadap hajat hidup orang banyak dan sektor ini juga menjadi kontributor ke-3 terbesar dalam pertumbuhan ekonomi nasional.
“Dalam praktik berkoperasi, keberadaan Koperasi Pangan di Indonesia perlu sama-sama kita perkuat. Namun, kondisi koperasi pangan yang kita miliki saat ini belum optimal. Masih serba terbatas,” ucap Teten.
Menurut Teten, saat ini koperasi harus menjadi agen untuk mengonsolidasi usaha mikro yang tidak masuk dalam skala ekonomi.
Terlebih, ujar dia, dengan terbentuknya koperasi modern, bisa menjadi alternatif pembiayaan bagi usaha mikro.
Selain itu, dia menambahkan saat ini pembangunan UMKM dan koperasi harus jadi strategi baru untuk memperbaiki perekonomian nasional.
Maka dari itu, dia mendorong agar para pelaku usaha agar bergabung dengan koperasi.
“Saat ini, masyarakat yang berkerja di sektor pertanian, peternakan dan juga perikanan masih melakukan kegiatan usahanya secara perorangan. Kondisi ini tentu sulit berhadapan dengan market yang butuh supplier yang stabil. Ini kita bisa konsolidasi mereka dalam koperasi dan masuk dalam skala ekonomi agar terhubung dengan buyer dan market,” ujar Teten.
Teten mengungkapkan koperasi bisa menjadi model bisnis di Indonesia dengan berbasis UKM.
Menurut Teten, mayoritas petani lokal memiliki lahan yang sempit, sehingga tercipta keterbatasan dalam hal kualitas dan suplai produk.
Dengan koperasi, kata dia,
petani-petani berlahan sempit tersebut dapat dikonsolidasikan.
Teten juga berkomitmen akan menjadikan koperasi sebagai agregator bagi ekonomi rakyat.
Dimana yang tadinya bisnis secara sendiri-sendiri, diarahkan untuk membentuk wadah koperasi agar tercapai skala keekonomian dari usahanya.
“Misalnya kami sudah memiliki kajian terhadap produk buah pisang yang memiliki pangsa pasar bagus di luar negeri. Di mana untuk masuk skala ekonomi, harus berlahan paling sedikit 400 hektar. Solusinya adalah masuk koperasi,” ujar Teten.