Diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS masih tinggi di Indonesia.
“Penelitian menunjukkan bahwa diskriminasi ini masih lebih dari 10%. Hal ini menjadi pertanyaan kita semua, bagaimana menurunkannya? Kita harus optimis dan mendorong hal-hal baik yang telah ada,” ujar Luki.
Luki juga menyoroti pentingnya menciptakan lingkungan yang ramah bagi anak-anak dengan HIV/AIDS dan perusahaan yang ramah bagi pegawai dengan HIV.
“Kelompok rentan seperti pengguna napza harus dijadikan spokesperson atau ambassador dalam kegiatan penanggulangan narkoba. Banyak keberhasilan yang dapat meningkatkan optimisme kita,” katanya.
Menurut Luki, kasus HIV di Indonesia masih tinggi di Asia Tenggara. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang membuat kelompok rentan merasa aman, nyaman, dan tidak terintimidasi dalam melakukan tes, berobat, atau mencari terapi.
“Kita perlu mengkondisikan program yang mengayomi kebutuhan mereka agar bisa mengatasi penyakitnya dan kembali ke masyarakat tanpa hambatan kriminalisasi,” jelasnya.