Berita

Sejarah Baru Diplomasi Indonesia Hadir Perdana di KTT BRICS 2025

HASANAH.ID – Partisipasi Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 menjadi tonggak bersejarah baru bagi perjalanan diplomasi luar negeri Indonesia. Kehadiran perdana Indonesia sebagai anggota BRICS di Rio de Janeiro menandai babak baru dalam upaya memperluas kolaborasi global, khususnya dengan negara-negara berkembang.

Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya menegaskan bahwa kehadiran Indonesia dalam forum tersebut merupakan capaian besar yang akan dikenang dalam sejarah diplomasi global Tanah Air.

“Hari ini dan kemarin, 6 dan 7 Juli 2025 menjadi momen penting. Karena Indonesia resmi mengikuti KTT BRICS untuk pertama kalinya,” ucap Teddy saat memberikan keterangan di Rio de Janeiro, Senin (7/7/2025).

Teddy menyebutkan, status Indonesia sebagai negara anggota ke-10 dari total 11 negara BRICS diraih dengan dukungan penuh dari negara-negara anggota lainnya. Hal itu menunjukkan kepercayaan internasional terhadap posisi Indonesia di kancah global.

Lebih lanjut ia menambahkan bahwa keterlibatan aktif Indonesia di BRICS mencerminkan tekad kuat untuk memperkuat hubungan multilateral, khususnya di antara negara-negara Global South.

“Langkah ini menunjukkan komitmen kuat untuk memperluas jejaring kerja sama global Indonesia. Khususnya melalui platform seperti BRICS yang mengusung semangat kolaborasi negara-negara Global South,” ungkapnya.

Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto juga telah menyampaikan pidato dalam forum BRICS yang menekankan posisi Indonesia dalam mendukung perdamaian dunia. Pandangan tersebut disampaikan melalui penegasan pentingnya multilateralisme dan penghormatan terhadap hukum internasional.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang turut mendampingi Presiden dalam forum itu, mengungkapkan bahwa dalam sambutannya, Presiden menyampaikan penolakan keras terhadap berbagai bentuk konflik bersenjata.

“Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menolak segala bentuk perang. Dan mengecam praktik standar ganda dalam hubungan internasional,” tutur Airlangga.

Back to top button