Sekolah gratis, menjadi faktor pendukung utama kesuksesan aksesibilitas pendidikan warga negara. Dan aksesibilitas pendidikan warga yang tinggi adalah ‘pintu gerbang’ bagi sebuah bangsa dalam menggapai kemajuan. Jadi, sudah selayaknya sekolah gratis dilaksanakan secara konsisten
Namun, teramat disayangkan, kini banyak Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat (SMK) di berbagai daerah tidak lagi gratis. Regulasi yang menyebabkan kondisi ini terjadi.
Ya, semua karena Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang disahkan di akhir masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. UU itu mengamanatkan peralihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari pemerintah kota/kabupaten (Pemkot/Pemkab) ke pemerintah provinsi (Pemprov).
Kenyataannya, di bawah pengelolaan Pemprov, banyak SMA/SMK yang tidak lagi menyelenggarakan pendidikan gratis dengan alasan ketiadaan biaya. Maklum, kebanyakan Pemprov menyalurkan dana pendidikan melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) yang jumlahnya tidak memadai untuk memenuhi keperluan operasional sekolah. Walhasil, pihak sekolah pun berusaha menutupi kekurangan tersebut dengan menarik iuran pendidikan atau SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) setiap bulannya dari orang tua siswa.