Soroti Edaran BGN, Tan Shot Yen Sebut MBG Alami Kemunduran

Peran Ahli Gizi dan Pemberdayaan Kantin Sekolah
Sementara itu, Tan menekankan pentingnya keterlibatan ahli gizi tidak hanya di dapur penyedia, melainkan juga di sekolah untuk memberi edukasi langsung. Ia menilai beban kerja ahli gizi saat ini tidak sebanding karena seorang tenaga bisa mengawasi hingga 3.000 porsi per hari di Sentra Penyedia Pangan dan Gizi (SPPG).
“Kalau harus ngawasin 3.000 porsi per hari, ya sudah ‘tewas’ duluan di dapur,” ungkapnya.
Menurutnya, idealnya satu ahli gizi hanya mengawasi 300–500 porsi. Jika menu melampaui 1.000 porsi, maka tambahan tenaga ahli sangat dibutuhkan.
Tan juga menyarankan pemerintah untuk memanfaatkan kantin sekolah sebagai SPPG agar distribusi MBG lebih efektif sekaligus menyerap tenaga lokal.
“Dari hati kecil saya, saya enggak setuju dengan SPPG di luar sekolah. Saya lebih setuju kalau kantin sekolah dijadikan SPPG,” kata Tan.
Tanggapan BGN
Secara terpisah, Kepala BGN Dadan Hindayana memberikan penjelasan soal penggunaan makanan ultra proses. Ia menekankan bahwa UPF adalah produk dengan teknologi pengolahan tertentu yang telah dipastikan aman dikonsumsi.
“Yang banyak dikhawatirkan kan kandungan gula berlebihan,” jelasnya.
Dadan mencontohkan produk susu UHT yang jika dipilih dalam bentuk tanpa pemanis masih bisa diterima banyak kalangan.
“Susu UHT adalah salah satu contohnya. Bila yang digunakan yang plain (tanpa pemanis), kan diterima banyak pihak,” tambahnya.
Ia juga menyebut, UMKM umumnya belum memiliki teknologi setara industri besar, meskipun ada produk lokal yang tetap bisa bertahan lama dengan nilai gizi baik, seperti pempek, abon, maupun kue tradisional. Kebijakan penggunaan produk lokal, menurutnya, tetap sejalan dengan misi Presiden Prabowo Subianto yang sejak awal mendorong program MBG untuk menghidupkan UMKM sekaligus menjawab masukan publik dan DPR terkait keberadaan UPF.