NASIONAL

Tanggapi Tarif Resiprokal 32 Persen dari AS, Bahlil: Jangan Buat Seolah Dunia Mau Berakhir

HASANAH.ID – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengimbau agar publik tidak terlalu membesar-besarkan ketegangan dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif impor dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Ia menilai perang tarif adalah dinamika wajar dalam dunia bisnis dan tidak perlu dianggap sebagai ancaman besar bagi perekonomian global.

Menurut Bahlil, dalam praktik bisnis, skenario seperti perang dagang merupakan bagian dari proses negosiasi yang lazim terjadi.

“Dalam pandangan saya, sebenarnya ini kalau di dunia usaha, ini jangan terlalu kita merasa sesuatu yang luar biasa. Ini biasa-biasa aja. Kalau di ilmu, di Hipmi ini biasa. Harus bikin masalah dulu baru kompromi,” ucapnya dalam pernyataan di JCC Senayan, Selasa (15/4).

Menanggapi ketegangan perdagangan antara Indonesia dan AS, Bahlil menekankan bahwa situasi ini seharusnya dilihat sebagai peluang strategis untuk memperkuat ekonomi nasional. Kata kunci dalam kebijakan ini, menurutnya, adalah memperkuat posisi Indonesia melalui diplomasi ekonomi yang seimbang.

“Jadi jangan juga kita membuat seolah-olah dunia sudah mau berakhir. Ini bagian strategi dagang aja,” tambah Bahlil saat membahas kebijakan tarif impor dan dampaknya terhadap hubungan dagang Indonesia-Amerika Serikat.

Bahlil menjelaskan bahwa pemerintah berupaya menjaga neraca perdagangan tetap seimbang dengan memperluas impor minyak mentah dan LPG dari Amerika Serikat. Langkah ini menjadi bagian dari strategi respons terhadap kebijakan tarif resiprokal sebesar 32 persen yang diberlakukan oleh AS terhadap sejumlah komoditas Indonesia.

Langkah pemerintah Indonesia untuk menambah impor minyak mentah dan LPG dari AS senilai US$10 miliar atau sekitar Rp168 triliun (kurs Rp16.800 per dolar AS) disebut sebagai strategi untuk menyeimbangkan neraca dagang bilateral. Kebijakan ini diyakini dapat menjaga hubungan dagang yang sehat antara kedua negara.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia dengan AS mencatat surplus sebesar US$3,13 miliar pada Februari 2025. Sepanjang tahun 2024, nilai surplus mencapai US$16,84 miliar, menjadikan Amerika sebagai mitra dagang utama Indonesia dengan keuntungan besar di pihak Indonesia.

Bahlil menilai bahwa menambah kuota impor tersebut dapat mengurangi tekanan dari AS terhadap neraca dagang Indonesia.

“Kalau ini saja kita geser, maka defisit neraca perdagangan kita dengan Amerika itu tidak akan terjadi lagi. Neraca kita balance, ini yang kita akan lakukan,” tegasnya.

Lebih lanjut, Bahlil menyatakan pentingnya menjaga kedaulatan ekonomi nasional melalui komunikasi politik dan ekonomi yang saling menguntungkan.

“Kita harus membangun komunikasi politik, komunikasi ekonomi yang win-win, yang saling menguntungkan. Tidak saling mengintervensi antara negara satu dengan negara yang lain,” jelasnya.

Back to top button

Adblock Detected

Mohon Untuk Menonaktifkan Adblock