“Beragam proyek itu tentu mengalihfungsikan lahan produktif pertanian dan hutan. Kebutuhan bahan baku proyek akan mengarah pada maraknya aktivitas pertambangan,”ungkap Wahyudin.
Masuki tahun 2022, Kami perwakilan organisasi lingkungan, lembaga bantuan hukum, dan media memandang gejolak konflik perebutan ruang serta praktik kotornya akan semakin menggila. Itu sangat beralasan mengingat selain belum tuntasnya penyelesaian masalah di tahun-tahun yang lalu, ke depannya sudah terlihat bayangan potensi konflik lain yang akan marak.
Selain itu menurutnya, penambahan dan perluasan kawasan industri di empat koridor utara, selatan, barat, dan timur Jawa Barat akan semakin memperburuk kondisi lingkungan tatar sunda. Kawasan industri akan mencemari tanah, air, dan udara. Sementara itu di sektor tutupan lahan hutan Jawa Barat hanya 18% dari luas wilayahnya. Yang berarti luas kawasan hutan di Jawa Barat semakin berkurang.
Sementara Forum Komunikasi Kader Konservsi ( FK3I ) Jawa Barat, Dedi Kurniawan mengatakan diawali tahun ini penting kita meneropong kekhawatiran dan ketakutan kedepan karena krisis hutan sudah terjadi. Sikap Pemerintah dalam mencabut Ijin Usaha Hutan perlu disikapi secara politik dan cermati agar advokasi terhadap negara tidak terkecoh oleh Keputusan yang bias.
“Kami memandang pencabutan Ijin Usaha Hutan perlu diiringi dengan sangsi dan denda terhadap perusahaan yang dicabut ijin usahanya. Karena kondisi lapangan kelola usaha hutan yang dicabut ijinnya nyaris telah mengakibatkan kerusakan hutan dan ketakutan akan dampak yang menimpa seperti bencana ekologi,” katanya.
Sehingga jangan sampai pencabutan izin usaha hutan hanya bersifat administratif tapi juga harus bersifat solutif terhadap rencana kelola kedepan. Ini akan kita lihat kedepan sebagai ketakutan baru dari dampak sikap negara yang terkesan baik namun masih bias langkah kedepan setelah pencabutan tersebut.