“Apalagi jika prosesnya dilakukan secara tersembunyi di hotel mewah, bukan di rumah rakyat, yaitu Gedung DPR,” demikian pernyataan yang disampaikan dalam aksi.
Proses revisi ini dinilai mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi yang menekankan pentingnya partisipasi publik dalam pembentukan hukum.
“Publik berhak didengarkan, dipertimbangkan, dan mendapatkan penjelasan dalam proses pembentukan hukum,” lanjut pernyataan tersebut.
Selain itu, massa aksi menyoroti Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TNI yang mencakup perluasan posisi jabatan bagi anggota TNI aktif, termasuk dalam ranah peradilan. Mereka menilai aturan tersebut dapat mengancam independensi peradilan serta memperkuat impunitas bagi anggota TNI.
“Ini bertentangan dengan prinsip negara hukum demokratis dan berpotensi membawa bangsa ini kembali pada keterpurukan otoritarianisme seperti masa Orde Baru,” ujar salah satu peserta aksi.
UGM dan UII menuntut pemerintah serta DPR untuk membatalkan RUU TNI yang dinilai tidak transparan dan tergesa-gesa. Mereka juga mengajak insan akademik di seluruh Indonesia untuk bersikap tegas menolak segala bentuk pelemahan demokrasi.