Keterlibatan TNI di Lembaga Sipil Dinilai Langgar Semangat Reformasi

HASANAH.ID – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Mohamad Syafi’ Alielha (Savic Ali), mengkritik Revisi Undang-Undang (RUU) TNI Nomor 34 Tahun 2004 yang memungkinkan prajurit aktif TNI untuk menduduki jabatan di Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Mahkamah Agung (MA). Savic menilai hal ini tidak sesuai, karena lembaga-lembaga tersebut memerlukan kompetensi hukum yang tinggi, sedangkan TNI tidak dilatih untuk hal tersebut. Ia mengungkapkan pandangannya melalui laman resmi NU, yang juga menyatakan penyesalannya terhadap proses pembahasan RUU TNI yang dianggap terburu-buru dan tertutup.
“Saya kira itu tidak masuk akal bahwa Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung butuh kompetensi hukum yang sangat tinggi dan TNI tidak dididik untuk ke sana,” ujarnya dalam keterangan yang dirilis melalui laman resmi NU.
Savic Ali menjelaskan bahwa meskipun personel TNI aktif bisa diterima di lembaga seperti Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (SAR Nasional) atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), namun keikutsertaan TNI dalam lembaga yang berkaitan dengan hukum, seperti Kejagung dan MA, berpotensi merusak sistem pemerintahan yang baik. Menurutnya, ini bertentangan dengan semangat pemerintahan yang bersih dan demokratis serta prinsip reformasi yang telah dicanangkan sejak 1998.
“Tapi saya kira itu adalah kemunduran dari semangat good governance, pemerintahan yang bersih, pemerintahan yang demokratis dan bertentangan dengan spirit reformasi tahun 98,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Wahid Foundation, Zannuba Arifah Chafsoh (Yenny Wahid), juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait langkah TNI untuk terlibat dalam sektor sipil dan politik. Yenny menegaskan bahwa TNI seharusnya fokus pada urusan pertahanan negara dan tidak perlu terlibat dalam jabatan-jabatan sipil yang bisa merusak kualitas demokrasi. Menurutnya, jika TNI memang diterima di sektor sipil, mereka harus menanggalkan status keprajuritannya.
“Karena itu bisa membawa kerancuan dalam kualitas berdemokrasi kita,” kata Yenny.
Salah satu poin yang dibahas dalam RUU TNI adalah peningkatan jumlah lembaga yang bisa diisi oleh prajurit TNI aktif, dari sebelumnya hanya 10 lembaga menjadi 16 lembaga. Beberapa lembaga yang kini dapat diisi oleh TNI aktif antara lain Kementerian Kelautan dan Perikanan, Keamanan Laut, BNPB, BNPT, dan Kejaksaan Agung.***