Pemerintah Siapkan 220 Ribu Rumah Subsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah

HASANAH.ID – Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) memperluas program rumah subsidi sebagai upaya pemenuhan kebutuhan hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dalam waktu dekat, program ini akan menyasar kelompok pekerja di 13 sektor, termasuk petani, buruh, tenaga kesehatan, wartawan, guru, pengemudi ojek online, hingga TNI dan Polri.
Sebanyak 220.000 unit rumah subsidi telah disiapkan dengan alokasi yang terperinci. Petani dan buruh masing-masing mendapat kuota 20.000 unit, perawat 15.000 unit, bidan 10.000 unit, anggota Polri 14.500 unit, wartawan 1.000 unit, serta pengemudi atau mitra Gojek sebanyak 2.000 unit.
Rumah subsidi ini dibangun melalui skema pembiayaan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) yang didukung Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Melalui skema ini, cicilan rumah menjadi lebih ringan dan suku bunga rendah, memberikan kemudahan kepemilikan rumah bagi MBR tanpa beban finansial yang berat.
Dalam keterangannya, Menteri PKP Maruarar Sirait menyampaikan bahwa telah disepakati batas maksimal penghasilan yang berhak mengakses rumah subsidi.
“Batas penghasilan untuk keluarga yang berhak mengambil rumah bersubsidi sebesar Rp 8 juta per bulan, sedangkan jika seseorang berstatus single atau belum menikah masih dalam pembicaraan,” ujarnya dalam konferensi pers Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) bersama Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Viada Hafid dan Kepala BPS Amalia Adininggar, Selasa (8/4/2025).
Lebih lanjut, untuk wilayah Papua, batas maksimal penghasilan penerima rumah subsidi ditetapkan sebesar Rp 10 juta per bulan untuk keluarga dan Rp 7 juta untuk individu. Sementara itu, khusus untuk Jabodetabek, ketentuannya berbeda mengikuti standar hidup wilayah tersebut.
“Ini Rp 12 juta per bulan untuk yang single. Saya mau transparan saja supaya nanti dapat menghadapkan pertanyaan ya. Rp 12 juta itu buat yang single ya Ibu? Jadi ya sudah yang Rp 13 juta itu buat yang sudah menikah. Tapi ini khusus Jabodetabek ya,” jelas Maruarar.
Kepala BPS Amalia Adininggar menjelaskan bahwa kebijakan ini telah mempertimbangkan perbedaan standar hidup di tiap daerah.
“Kami menggunakan data dari desil 8 dan standar hidup di tiap provinsi itu berbeda-beda. Jadi tadi yang Pak Menteri sampaikan, sekitar Rp 13 juta itu kebijakannya Bapak Menteri itu ada untuk Jabodetabek atas masukan data ini,” ucap Amalia.***