Internasional

Rencana Tarif Trump Ganggu Stabilitas Industri Film Global

Hasanah.id – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengusulkan tarif impor 100 persen terhadap film yang diproduksi di luar negeri. Langkah ini menargetkan negara-negara seperti Kanada, Inggris, dan Australia yang disebut Trump sebagai kompetitor tak adil dalam industri hiburan.

Dalam pernyataan di platform Truth Social, Trump menuduh negara-negara tersebut menarik produksi keluar dari AS melalui insentif pajak, pengembalian dana, dan infrastruktur produksi yang dinilai menggerus dominasi Hollywood.

Trump belum merinci bentuk implementasi tarif, mekanisme pembebanan biaya, atau dampak langsung terhadap pelaku industri domestik. Ia hanya menyatakan akan berdialog dengan pemangku kepentingan industri untuk menyusun kebijakan lanjutan.

Respons dari dalam negeri bersifat beragam. A&E Studios melalui perwakilannya, Steven Jaworski, menyatakan masih menunggu kejelasan teknis. Ia menyebut kebijakan ini muncul di tengah penurunan tajam produksi film domestik, terutama di wilayah California.

SAG-AFTRA, serikat pekerja yang mewakili aktor dan pekerja media, menyambut langkah yang berpotensi mendorong produksi dalam negeri, namun meminta agar kebijakan diarahkan untuk menciptakan pekerjaan berupah layak. Direktur Eksekutif SAG-AFTRA, Duncan Crabtree-Ireland, menyebut perlindungan tenaga kerja sebagai elemen utama dalam setiap regulasi.

Dari luar negeri, keberatan langsung muncul. CEO Screen Producers Australia memperkirakan dampak signifikan terhadap rantai pasok produksi internasional. Di Inggris, serikat pekerja BECTU menyebut usulan tarif sebagai ancaman bagi kelangsungan industri kreatif setempat.

Motion Picture Association hingga saat ini belum mengeluarkan pernyataan resmi. Pelaku industri global masih menunggu rincian lanjutan dari Gedung Putih terkait implementasi dan cakupan kebijakan tersebut.

Ketidakpastian regulasi ini menciptakan ketegangan baru dalam lanskap industri hiburan global yang sedang berupaya pulih dari dampak disrupsi digital dan pandemi.

Back to top button