“Kompensasi dan restitusi seharusnya diberikan melalui pengadilan, bukan melalui pertemuan ramah tamah di hotel yang kemudian diposting di media sosial,” katanya tegas.
Ia juga menyoroti pentingnya ratifikasi Konvensi Internasional tentang Penghilangan Paksa oleh Indonesia.
“Hingga kini, Indonesia belum meratifikasi konvensi ini, meskipun sudah berkomitmen sejak 2010. Negara hukum yang kuat seharusnya tidak mengingkari ratifikasi ini,” seru Banu.
Sebagai penutup, Banu mengingatkan bahwa apapun yang terjadi dalam pertemuan antara korban dengan pihak partai politik tidak akan mengubah status korban sebagai korban pelanggaran HAM berat.
“Proses keadilan harus tetap melalui pengadilan, dan situasi ini tidak boleh terulang lagi di masa depan,” tegasnya.