Menurut Jumisih, PP 78 juga menetapkan survei kebutuhan hidup hanya dilakukan setiap empat tahun sekali, padahal kebutuhan hidup meningkat setiap tahun. Hal ini menyebabkan kenaikan upah setiap tahunnya tidak cukup untuk menutupi kebutuhan hidup yang terus meningkat.
“Upah mungkin naik, tetapi nilainya merosot karena tidak mampu menjangkau harga barang di pasaran,” tambahnya.
Lebih lanjut, Jumisih mengkritik agresifnya pemerintah dalam mengubah berbagai undang-undang selama masa pandemi COVID-19.
“Tahun 2020-2021, kami menolak rancangan Omnibus Law yang draft-nya simpang siur. Namun, Jokowi tetap melanjutkan proses pembahasannya tanpa peduli kondisi pandemi,” katanya.
Ia juga menyoroti kebijakan Menteri Tenaga Kerja saat itu, Ida Fauziyah, yang menurutnya terlalu sering mengeluarkan surat edaran yang justru merugikan buruh.
“Banyak buruh perempuan yang terkena PHK saat pandemi tanpa mendapatkan pesangon, dan kebijakan Kemenaker malah mempermudah pengusaha untuk mengurangi upah dan jam kerja buruh,” jelas Jumisih.