
Proses hukum terhadap Mulyanto di Polda Kalimantan Barat dimulai pada bulan Maret. Keanehan pertama yang muncul adalah perubahan dakwaan dari senjata api menjadi senjata tajam. Polisi dan jaksa mengklaim massa aksi menggunakan senjata api, namun dalam persidangan tidak ada bukti yang mendukung klaim tersebut. Sidang awal dilakukan secara online tanpa menghadirkan Mulyanto secara langsung, namun akhirnya Mulyanto dihadirkan dan menyampaikan protes.
Ifan juga mengungkapkan bahwa lokasi kejadian perkara yang disebutkan dalam dakwaan jaksa tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Kejadian disebutkan terjadi di Desa Sinar Baru, Kabupaten Bengkayang, namun plang Kejaksaan Agung menunjukkan Kabupaten Sambas. Majelis hakim memutuskan untuk memeriksa pokok perkara hingga pembuktian akhir.
Dalam persidangan, saksi-saksi dari kepolisian tidak bisa memastikan adanya lemparan dari massa aksi, bahkan mereka mengakui bahwa polisi yang pertama kali menyerang dengan gas air mata.
“Kami yakin bahwa Mulyanto tidak bersalah dan bahwa dakwaan terhadapnya adalah upaya kriminalisasi yang sewenang-wenang,” tegas Ifan. Banyak organisasi masyarakat sipil dan pengacara di Pontianak mendukung Mulyanto, menyatakan bahwa Mulyanto seharusnya terlindungi sebagai pembela hak asasi manusia.