Lebih lanjut, KontraS mencatat bahwa anak sering kali menjadi korban penyiksaan oleh aparat kepolisian, baik untuk mendapatkan pengakuan maupun sebagai bentuk penghukuman. Dimas menegaskan bahwa ada inkonsistensi dalam pernyataan dan tindakan kepolisian, termasuk upaya intimidasi terhadap pendamping hukum, keluarga, dan saksi.
“Kami melihat upaya tindakan menghalang-halangi pengungkapan kebenaran bagi keadilan keluarga korban. Ada kejanggalan dalam situasi jenazah AM dengan otopsi menyeluruh untuk menutupi fakta hukum sebenarnya,” jelas Dimas.
KontraS juga mengkritik langkah-langkah yang diambil oleh Kapolda dan jajaran kepolisian dalam investigasi kasus ini. Dimas menyoroti bahwa tidak ada komitmen yang jelas dari kepolisian untuk menindak 17 anggota yang terlibat dalam penyiksaan ini. Menurutnya, ketidaktransparanan ini mencoreng citra Polri dan menimbulkan kesan bahwa tindakan hukum hanya sekadar formalitas.
“Polri tidak profesional karena upaya hukum yang tidak transparan dan rekayasa fakta di lapangan. Intimidasi dan teror terhadap saksi dan keluarga korban sangat berbahaya,” tegas Dimas.