
Menurut Andi, kebijakan ini dilakukan secara diam-diam tanpa landasan hukum yang jelas, dan kepala sekolah takut dengan instruksi dinas sehingga mengambil keputusan untuk membersihkan guru honorer. “Kami digaji setiap tiga bulan dari dana BOS, tidak ada standar upah minimum dan provinsi,” katanya. Andi merasa bahwa tindakan ini sangat tidak manusiawi dan tidak berkeadilan, serta memperkirakan bahwa jika kondisi ini terus berlanjut, dalam 10 tahun ke depan, jumlah guru akan semakin berkurang karena profesi ini tidak lagi diminati.
Kondisi guru honorer yang kehilangan jam mengajar dan upah menjadi sorotan utama P2G. “Hari ini, dengan kebijakan pembersihan dan pengusiran di seluruh Indonesia, learning loss adalah akibat dari pengusiran guru honorer. Tahun 2024 ini, kuota seleksi PPPK di DKI Jakarta hanya 107 guru, sementara dinas pendidikan mencatat ada 400 guru yang terdampak,” pungkas Iman.