
Asfinawati juga mengkritik mekanisme seleksi pimpinan KPK yang menurutnya sangat dipengaruhi oleh bias panitia seleksi yang sebagian besar pernah menduduki jabatan di pemerintah atau komisi negara.
“KPK seharusnya diisi oleh orang-orang yang benar-benar baru, yang tidak pernah terlibat dalam birokrasi pemerintah. Namun, seleksi ini malah menghasilkan pimpinan yang memiliki afiliasi kuat dengan pemerintah,” jelasnya.
Ia juga menyoroti bagaimana perubahan undang-undang yang terjadi di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo semakin memperlemah KPK.
“Revisi UU KPK yang dilakukan pada masa pemerintahan Jokowi berhasil menambah kerumitan di dalam KPK, termasuk dengan hadirnya dewan pengawas yang justru menghambat mekanisme internal,” paparnya.
Menurut Asfinawati, KPK yang dulunya dianggap sebagai institusi ideal kini semakin dirusak oleh berbagai intervensi, baik melalui revisi undang-undang maupun tindakan-tindakan di dalam lembaga itu sendiri.
“Institusi yang dulunya kuat kini justru terpecah dan terlemahkan oleh tindakan-tindakan dari dalam, seperti pengeluaran sejumlah Kasatgas yang berani menentang korupsi,” pungkasnya.