“Berdasarkan sejarah, Indonesia pernah mengalami konflik ideologi agama, kultur suku, dan kebangsaan. Tapi karena sadar bahwa hal itu tidak memiliki keuntungan apapun maka akhirnya semua pihak dapat bersatu kembali. Hal ini juga yang kami inginkan, jangan hanya karena perbedaan pilihan, sehingga bangsa ini dapat tercerai berai oleh suatu hal,” ucapnya.
Abby Yuhana menuturkan, berdasarkan hasil riset terkait paham perbedaan yang radikal, banyak terjadi di generasi muda, salah satunya kaum mahasiswa, yang seharusnya menjadi agen perubahan ke arah positif dan memahami makna variabilitas akan adanya perbedaan.
Terlebih, sebuah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, jangan sampai dirusak hanya karena adanya agenda-agenda politik, yang justru dapat mencederai keutuhan kedaulatan.
“Jika kita ingin maju maka perlu diupayakan mencari sebuah kesamaan, bukan perbedaan, kalau perbedaan yang di cari justru tidak akan pernah selesai dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan. Sehingga dibutuhkannya peran serta dari semua elemen, baik masyarakat dan pemerintah, guna mewujudkan tujuan sila ketiga itu,” ujar Abdy.