Hasanah.id – Presiden Prabowo Subianto resmi memberikan izin kepada PT Freeport Indonesia untuk kembali mengekspor konsentrat tembaga. Keputusan ini diambil setelah rapat internal yang digelar di Istana Kepresidenan kemarin.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa larangan ekspor konsentrat tembaga sebenarnya telah diberlakukan sejak akhir 2024. Namun, kebijakan tersebut ditinjau ulang setelah terjadinya insiden kebakaran di smelter Freeport, yang menyebabkan penumpukan konsentrat dan berpotensi mengganggu produksi.
“Tugas saya sebagai Menteri ESDM adalah memastikan agar smelter ini segera beroperasi kembali. Setelah melalui pembahasan, akhirnya diputuskan solusi tengah, yaitu smelter akan selesai pada Juni mendatang,” ujar Bahlil dalam acara Indonesia Economic Summit di Jakarta, Rabu (19/2).
Bahlil menegaskan bahwa keputusan ini merupakan jalan keluar yang menguntungkan semua pihak. Pemerintah ingin menjaga keberlangsungan produksi dan memastikan ribuan pekerja Freeport tidak kehilangan pekerjaan akibat terhentinya operasional perusahaan.
Selain itu, pertimbangan lainnya adalah untuk mencegah Freeport mengalami kerugian akibat konsentrat yang terus menumpuk. Jika hal itu terjadi, menurut Bahlil, dampaknya juga akan berimbas pada pendapatan negara.
“Kalau dibiarkan, puluhan ribu pekerja bisa terdampak PHK, dan negara juga akan kehilangan potensi pemasukan yang cukup besar,” jelasnya.
Meski kembali mengizinkan ekspor, pemerintah tetap mengenakan sanksi terhadap Freeport. Salah satu langkah yang diambil adalah menaikkan tarif pajak ekspor perusahaan tersebut agar kontribusinya kepada negara semakin besar.
“Pajak ekspor kita naikkan, jadi sekarang Freeport harus membayar lebih tinggi dibanding sebelumnya,” tambahnya.
Sebelumnya, izin ekspor konsentrat tembaga Freeport resmi berakhir pada 31 Desember 2024, sehingga perusahaan tambang itu tak lagi bisa mengekspor bahan mentah pada tahun ini.
Namun, situasi berubah setelah kebakaran melanda fasilitas smelter mereka. Insiden tersebut menyebabkan Freeport tidak mampu mengolah konsentrat dalam negeri, sehingga mereka terpaksa memangkas produksi hingga 40 persen dari total kapasitas.
“Kalau tempat penyimpanan sudah penuh, produksi otomatis akan menurun,” ungkap Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno