
HASANAH.ID – NASIONAL. Diskusi mengenai Rancangan Undang-Undang Kepolisian (RUU Polri) semakin hangat, dengan banyak pihak menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap dampak yang mungkin timbul dari pasal-pasal yang dinilai bermasalah.
Direktur SAFEnet, Nenden, dan beberapa organisasi lainnya menyoroti minimnya partisipasi publik dalam pembahasan RUU ini dan potensi ancamannya terhadap kebebasan sipil pada Senin, (10/6/2024).
“RUU ini minim partisipasi publik dan akan sangat berpengaruh terhadap kebebasan sipil. SAFEnet dalam koalisi menolak proses RUU Kepolisian ini karena semakin memberangus kebebasan berekspresi di media sosial,” ujar Nenden.
Nenden menjelaskan bahwa pasal 16 ayat 1 huruf Q dari RUU Polri memberikan kewenangan kepada kepolisian untuk melakukan pengamanan dan penindakan di ruang siber, termasuk pemblokiran, pemutusan, dan pelambatan akses internet. Ia mengingatkan kembali kejadian pemutusan internet di Papua pada 2019 sebagai contoh potensi penyalahgunaan wewenang semacam ini.
Lebih lanjut, data dari berbagai lembaga Indonesia menunjukkan peningkatan kasus kekerasan yang melibatkan kepolisian.
“Jika mau cek catatan masyarakat sipil dan sejumlah lembaga negara seperti Komnas HAM, mereka merekam praktik kekerasan yang melibatkan kepolisian. Dari Juni 2021 hingga Juni 2024, ada 651 kasus, dan pada periode yang sama tahun berikutnya, terdapat peningkatan 77 kasus. Pada Januari hingga April 2024 saja, sudah ada 190 kasus baru,” ungkap Nenden.