Mendikbud mengungkapkan, Jepang sebagai salah satu negara yang memakai sistem zonasi pun pada awalnya mengalami kesulitan pada implementasi di lapangan. Namun dengan zonasi ini, katanya, pemerintah berharap agar masalah pendidikan ini bisa terpetakan hingga wilayah yang lebih kecil. Jika pemetaan pendidikan itu dilakukan dalam wilayah nasional, lanjutnya, maka gambar yang dihasilkan akan buram.
“Jadi nanti kalau memang terbukti daya tampungnya tidak mencukupi kan bisa kita tambah. Buat sekolah baru. Gurunya tidak merata ya kita ratakan. Guru yang berkualitas ada di sekolah tertentu ya nanti kita pindahkan. Jadi jangan berharap sekolah yang favorit tetap jadi favorit. Itu nanti gurunya akan kita pindahkan,” jelasnya.
Soal keluhan minimnya sosialisasi kebijakan ini, Mendikbud berdalih, Kemendikbud telah menyebarluaskan aturan sistem zonasi sejak diterbitkan pada Desember 2018 lalu. Selain itu, dia mengklaim bahwa Kemendikbud selalu berkoordinasi dengan dinas provinsi dan kabupaten kota. Mendikbud menduga, ketidaksiapan daerah kemungkinan karena ada pergantian pejabat dan hal teknis lainnya.