“Kami sudah turun ke lapangan sebelumnya, berkoordinasi dengan aparat desa serta pihak-pihak terkait. Saat itu kami meminta agar akses bagi nelayan dibuka, tetapi kali ini kami langsung mengambil tindakan tegas,” jelasnya.
Pagar laut sepanjang 30 kilometer ini sempat menjadi perbincangan hangat di media sosial, terutama karena belum ada pihak yang mengklaim sebagai pemilik atau penanggung jawab atas keberadaannya. Selain mengganggu aktivitas nelayan, pagar ini juga memicu keresahan di kalangan masyarakat pesisir.
“Dengan pembongkaran ini, kami berharap nelayan dapat kembali beraktivitas tanpa hambatan, serta menjadi pengingat bahwa laut adalah milik bersama dan harus digunakan untuk kepentingan semua pihak,” tegas Brigjen Harry.