
“Saya ingin klarifikasi, bagaimana mungkin pengukuran dari perlu 100 personel dari penegak keadilan dan senjata lengkap serta pengukuran seharusnya tidak pakai water cannon atau peluru karet. Teknik pengukuran baru kah itu?” ucapnya.
Selain data yang diberikan oleh publik berbohong mereka menyebutkan bahwa mayoritas warga Rempang dipindahkan ke Batam. Orang Batam yang dipindahkan diduga adalah ASN bukan warga Rempang itu sendiri. BP Batam menyarankan bahwa jikalau ada intimidasi bisa dilaporkan tetapi kemarin ada yang intimidasi tidak ditindak.
Boy Even juga menyoroti ketidakadilan yang dialami warga Rempang. Polisi serta negara melakukan manipulasi, sebelum 6 September sudah ada sosialiasi yang memanggil warga Rempang tetapi ke kantor polisi dan perlu menandatangani berkas pembebasan lahan
“Apakah pemerintah Batam, BP Batam, dan menteri terkait tahu mengenai intimidasi itu apa? Definisi diksi yang dipakai palsu semua, terutama sosialisasi,” ungkap Boy.
Ia menegaskan bahwa penggusuran di Rempang dilakukan secara sistematis dan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat.