8 Hakim MK Korea Selatan Sepakat Makzulkan Yoon Suk Yeol

HASANAH.ID, INTERNASIONAL – Mahkamah Konstitusi Korea Selatan resmi mencopot Yoon Suk Yeol dari jabatan Presiden pada Jumat (4/4/2025). Putusan itu menjawab ketegangan politik yang telah menguat sejak pengumuman status darurat militer akhir tahun lalu, yang menuai kritik tajam dari parlemen dan publik.
Putusan pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol dibacakan langsung oleh penjabat Ketua Mahkamah Konstitusi, Moon Hyung-bae. Dalam pernyataannya, Moon menyatakan bahwa tindakan Yoon menetapkan darurat militer pada 3 Desember 2024 telah melanggar prinsip dasar demokrasi dan konstitusi negara.
“Dengan ini, Mahkamah memutuskan memberhentikan Presiden Yoon Suk Yeol dari jabatannya,” ucap Moon dalam persidangan yang digelar pukul 11.22 waktu setempat atau 09.21 WIB.
Sebanyak delapan hakim menyatakan sepakat secara bulat. Mereka menilai kebijakan darurat yang diambil Yoon bukan hanya tanpa dasar, tapi juga memperlihatkan upaya melawan Majelis Nasional, yang merupakan representasi kedaulatan rakyat dalam sistem demokrasi Korea Selatan.
Menurut putusan Mahkamah, Yoon telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai Presiden dengan memberlakukan status darurat tanpa legitimasi konstitusional. Kebijakan itu bahkan dinilai merusak struktur pemerintahan yang sah dan melanggar hak-hak dasar warga negara.
Pemakzulan ini berawal dari mosi yang disahkan oleh parlemen Korea Selatan pada Desember 2024. Setelahnya, Mahkamah Konstitusi memproses pengesahan legalnya melalui sidang yang dimulai sejak Januari 2025.
Di tengah proses tersebut, Yoon juga menghadapi penyelidikan dari Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO). Ia dituding menyalahgunakan kekuasaan serta memimpin pemberontakan lewat deklarasi darurat militer.
Namun, Yoon tiga kali mangkir dari pemanggilan. Tim penyidik akhirnya mengajukan surat perintah penangkapan yang disetujui oleh Pengadilan Distrik Barat Seoul. Upaya penangkapan sempat dihadang oleh pendukung dan paspampres, tetapi pada 15 Januari, Yoon berhasil diamankan dan ditahan selama 52 hari.
Meski begitu, pada awal Maret, kejaksaan memutuskan membebaskannya. Mereka menilai secara hukum Yoon tidak dapat ditahan lebih lama, meski proses pemakzulan tetap berjalan di Mahkamah Konstitusi.
Dengan keputusan Mahkamah ini, Korea Selatan kini memasuki fase baru dalam transisi kepemimpinan, sekaligus membuka kembali diskusi nasional soal batas kekuasaan presiden dalam sistem demokrasi konstitusional.







