Berita

Puan Maharani Serukan Kolaborasi Global untuk Energi Bersih dan AI Beretika

Hasanah.id – Ketua DPR RI Puan Maharani menyuarakan pentingnya transisi energi yang adil serta tata kelola kecerdasan buatan (AI) yang beretika dalam forum 11th MIKTA Speakers’ Consultation 2025 di Seoul, Korea Selatan. Dalam sesi bertema “The Role of Parliament in Ensuring The Just Energy Transition in the Era of AI and Climate Crisis”, Puan tampil sebagai pimpinan parlemen pertama yang menyampaikan pandangan Indonesia.

Dalam paparannya, Puan menilai bahwa transformasi menuju energi bersih harus berpihak pada masyarakat dan tidak semata-mata soal teknologi. Ia menegaskan bahwa negara tidak boleh teralihkan oleh konflik geopolitik dari tujuan global yang lebih mendesak, seperti stabilisasi iklim dan pengurangan ketimpangan pembangunan.

“Transisi menuju energi bersih tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga sosial dan politik,” tegasnya.

Menurut Puan, jika proses transisi tidak dikelola secara bijak, kesenjangan sosial akan semakin melebar baik di dalam maupun antarnegara. Ia mencontohkan dampak nyata dari penutupan pembangkit batu bara terhadap pekerja dan ekonomi lokal, serta kenaikan harga energi yang paling dulu dirasakan masyarakat miskin.

“Ketika pembangkit listrik tenaga batu bara tutup, para pekerja kehilangan pekerjaan. Ketika industri bergeser, ekonomi lokal menderita. Ketika harga energi naik, masyarakat termiskinlah yang pertama menderita,” jelasnya.

Puan menambahkan bahwa tanpa pengelolaan yang hati-hati, transisi menuju energi ramah lingkungan justru bisa menimbulkan ketegangan sosial dan ketidakadilan.

“Jika kita tidak mengelola transisi ini dengan cermat, kita tidak akan mencapai transisi yang ramah lingkungan. Kita justru akan mendapatkan ketegangan sosial dan ketidakadilan,” ujarnya.

Ia menilai, kebijakan energi yang tidak mempertimbangkan kepentingan rakyat tidak akan bertahan lama dan sulit diwujudkan secara berkelanjutan. Dalam kesempatan yang sama, Puan juga menyinggung peran kecerdasan buatan sebagai teknologi strategis dengan potensi besar untuk mendukung pembangunan ekonomi masa depan.

“Indonesia secara konsisten menyerukan kerja sama internasional dalam tata kelola AI yang inklusif, berpusat pada manusia, dan adil bagi negara-negara berkembang,” katanya.

Puan menjelaskan bahwa AI dapat mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) bila dikelola secara bertanggung jawab. Namun ia juga mengingatkan adanya risiko ketimpangan baru antara negara maju dan berkembang akibat kesenjangan teknologi.

“Kami menyadari peluang AI untuk mempercepat pembangunan, dan bahaya yang dapat ditimbulkannya, yaitu kesenjangan teknologi yang semakin dalam antara negara kaya dan miskin,” ucapnya.

Dalam konteks peran parlemen, Puan menekankan pentingnya fungsi legislasi dalam mengatur arah kebijakan energi jangka panjang serta menjamin perlindungan bagi masyarakat terdampak transisi energi.

“Parlemen harus mengesahkan peraturan yang mampu mendefinisikan jalur energi jangka panjang, memberikan kepastian hukum bagi investasi energi terbarukan, serta melindungi pekerja dan masyarakat yang terdampak proses transisi,” paparnya.

Puan juga mengingatkan agar wakil rakyat tidak mengabaikan aspirasi publik dalam penyusunan kebijakan energi bersih. Menurutnya, proses transisi yang berkeadilan tidak dapat dirancang hanya oleh kalangan birokrat atau ahli di pusat pemerintahan.

“Transisi yang adil tidak bisa dirancang hanya oleh kementerian atau para ahli di ibu kota, tetapi juga harus melibatkan aspirasi masyarakat di berbagai daerah,” tegasnya.

Ia menyoroti bahwa dukungan anggaran dan pengawasan yang transparan dari parlemen sangat penting agar pembiayaan transisi energi benar-benar tepat sasaran.

“Kita memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pendanaan untuk transisi tidak lenyap dalam birokrasi, tetapi menjangkau pekerja, pemerintah daerah, dan warga negara yang diminta untuk beradaptasi,” tuturnya.

Selain isu energi, Puan juga menggarisbawahi pentingnya akuntabilitas dalam penerapan teknologi kecerdasan buatan di lembaga publik, termasuk parlemen sendiri.

“Sebagai anggota parlemen, kita harus menetapkan batasan: bagaimana data dikumpulkan dan digunakan; bagaimana bias dikelola; bagaimana akuntabilitas tetap berada di tangan manusia yang terpilih,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa inklusi digital harus dijaga agar AI tidak hanya menguntungkan sebagian kecil negara dan kelompok masyarakat tertentu.

“Kita juga harus mempertahankan inklusi digital agar AI tidak menjadi hak istimewa segelintir negara dan segelintir kelas sosial,” katanya.

Lebih lanjut, Puan mengingatkan agar upaya menuju energi bersih tidak mengesampingkan kelompok rentan. Menurutnya, akses energi yang terjangkau dan dukungan kesejahteraan bagi masyarakat miskin merupakan pilar penting dari transisi yang berkeadilan.

“Memperluas akses energi, memastikan keterjangkauan, dan menyediakan dukungan kesejahteraan bagi populasi yang kurang beruntung bukanlah isu sampingan, tetapi semuanya merupakan bagian dari apa yang melegitimasi transisi ini,” ucapnya.

Ia pun mendorong negara anggota MIKTA untuk memperkuat kerja sama internasional dalam mendukung pembiayaan energi terbarukan dan transfer teknologi di negara berkembang.

“Kita harus terus menyerukan peningkatan kapasitas, transfer teknologi, dan model pembiayaan yang memungkinkan negara-negara berkembang mengadopsi energi bersih dan menerapkan AI untuk pembangunan,” tambahnya.

Dalam kesempatan lain, Puan turut menghadiri jamuan makan siang bersama Ketua Majelis Nasional Korea Selatan, Woo Won-shik, serta pimpinan parlemen MIKTA lainnya. Ia menyampaikan apresiasi atas sambutan hangat yang diberikan kepada delegasi Indonesia.

“Atas nama delegasi Indonesia, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus atas keramahan Anda. Jamuan makan siang ini mengingatkan kita bahwa persahabatan antar parlemen tidak hanya dibangun di ruang konferensi, tetapi juga melalui momen-momen bersama seperti ini,” ungkapnya.

Menutup pernyataannya, Puan menegaskan komitmen Indonesia untuk terus memperkuat dialog dan kerja sama antarnegara MIKTA demi perdamaian dan kemajuan bersama.

“Hal ini agar MIKTA tetap menjadi jembatan kerja sama, yang mendorong perdamaian, kesejahteraan, dan kemajuan bersama di antara bangsa kita,” tutupnya.